Senin, 31 Mei 2010

Hikmah Ilahi Dalam Hadits Lalat

Dari Abu Hurairah radiyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apabila lalat masuk/ terjatuh ke dalam minuman salah seorang di antara kalian, maka celupkanlah (lalat itu) kemudian buanglah, karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya ada penyakit (racun) dan pada sayap yang lainnya ada penawarnya." (HR. al-Bukhari).

Takhrij Hadits :

Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (2/329), (4/71-72), ad-Darimi (2/99), Ibnu Majah (3505) dan Ahmad (2/398).

Penjelasan Hadits :

Hadits ini telah datang secara pasti dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, dan sebagian orang zaman dahulu dan sekarang telah
mempermasalahkan hadits ini karena ketidaktahuan mereka.

Imam al-Khathabi rahimahullah berkata, "Hadits ini telah diperbincangkan oleh orang-orang yang tidak memiliki bagian sama sekali dalam masalah ini, seraya mengatakan, 'Bagaimana berkumpul antara obat dan penyakit dalam kedua sayap lalat? Dan bagaimana ia tahu hal itu dari dirinya sendiri?' Ini adalah pertanyaan orang yang kurang ilmunya atau orang-orang yang pura-pura tidak tahu. Karena sesungguhnya dalam diri sebagian binatang terkumpul dua hal yang bertentangan, dan Allah Subhanahu waTa'ala telah mempersatukan keduanya dan memaksanya untuk bersatu, dan menjadikan hal itu sebagai kekuatan pada binatang tersebut. (Allah) yang memberikan insting (ilham) kepada lebah untuk membangun sarangnya yang unik tentunya mampu untuk memberikan ilham kepada lalat untuk mendahulukan satu sayap dan mengakhirkan sayap yang lain."sampai di sini perkataan Imam al-Khathabi

Pada zaman ini mereka yang mempermasalahkan hadits ini berkata, "Sesungguhnya hadits ini bertentangan dengan pokok-pokok penelitian ilmiah, bahwa lalat adalah sebab utama penularan penyakit, maka bagaimana mungkin pada lalat ada obat (penawar)nya? Mereka lupa bahwa sebagian besar masalah ilmiah yang mereka jadikan dalil, tidak lain hanyalah teori-teori semata, betapa banyak teori yang menyebutkan tentang sesuatu dan menganggap bahwa hal itu benar pada hari ini, kemudian setelah berselang waktu baik lama maupun cepat ternyata hal itu salah. Maka bagaimana mungkin teori-teori itu menjadi timbangan untuk menghukumi benar dan tidaknya nash-nash wahyu tersebut? Dan bagaimana mungkin orang yang kurang ilmunya dapat menghukumi salah dan benar terhadap ilmu yang datang dari Allah Subhanahu waTa'ala lewat lisan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam?


Telah ditemukan sebuah penemuan baru dalam bidang kedokteran di dalam hadits ini dan majalah at-Tauhid di Mesir edisi 5 tahun 1397 H/1977M telah mempublikasikan hasil penelitian Dr.Amin Ridha (dosen bedah tulang di universitas Iskandariyah), yang menjelaskan bahwa dalam satu waktu yang bersamaan lalat membawa kuman-kuman yang menyebabkan penyakit, dan juga membawa bakteri "Faaj" yang melawan kuman-kuman tersebut. Bakteri "Faaj" adalah bakteri pemangsa atau penerkam kuman-kuman.

Maka wajib bagi setiap muslim, untuk membenarkan setiap apa yang dibawa atau disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, baik hal itu ditetapkan dan dibenarkan oleh ilmu pengetahuan modern dan penelitian atau pun tidak.

Faidah Hadits :

1. Suci atau tidak najisnya lalat, baik ketika hidup maupun mati, dan bahwasanya suatu benda tidak menjadi najis apabila lalat hinggap dan mati di atasnya, baik benda itu padat maupun cair.

2. Anjuran untuk mencelupkan/ menenggelamkan lalat yang sudah terjatuh masuk ke dalam minuman apabila benda itu adalah cair, adapun kalau benda itu padat, maka lalatnya dan daerah yang dihinggapi olehnya dibuang di sekitarnya.

3. Sesungguhnya pada salah satu sayap lalat ada penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawar/ obatnya. Dan lalat, apabila dia terjatuh atau hinggap ke dalam minuman, dia akan mengangkat sayap yang terdapat penawar dan mencelupkan sayap yang terdapat penyakit. Maka termasuk hikmah Allah Subhanahu waTa'ala adalah Dia memerintahkan hambanya untuk mencelupkan lalat yang mati di dalam minuman, supaya obat/ penawar pada sayap yang satunya dapat menetralkan dan menawarkan penyakit yang ada pada sayap. Adapun menumpahkan atau membuang minuman tersebut merupakan bentuk penyia-nyiaan harta (tabdzir) yang dilarang Allah Subhanahu waTa'ala. Dan syari'at Islam bukan hanya berlaku untuk generasi (zaman) tertentu atau bangsa tertentu, karena kadang kala minuman memiliki nilai yang sangat berharga pada suatu zaman, tempat atau bangsa tertentu.

4. Dalam hadits ini terdapat mukjizat ilmiah, dan ilmu pengetahuan modern telah menemukan penemuan baru yang menetapkan adanya kebenarannya secara ilmiah, bahwa ada penyakit berbahaya pada salah satu sayap lalat dan obatnya pada sayap yang lain. Allah Subhanahu waTa'ala memiliki
rahasia-rahasia dan hikmah tertentu dalam menetapkan setiap syariat/ hukum.

5. Para ulama mengqiyaskan lalat dengan binatang yang tidak memiiki darah yang mengalir dalam masalah kesuciannya.

Bantahan Terhadap Orang Yang Meragukan Hadits Lalat

Sebagian orang mencela dan mengkritik hadits ini, bahkan celaan itu sampai kepada tingkat mencela sahabat Abu Hurairah radiyallaahu 'anhu. Untuk menjawab celaan mereka terhadap hadits ini adalah sebagai berikut:

1. Hadits di atas adalah salah satu hadits yang dipilih oleh Imam al-Bukhari dan beliau masukan ke dalam kitab Shahihnya karena keshahihan
hadits tersebut.

2. Hadits lalat ini tidak hanya diriwayatkan oleh Abu Hurairah radiyallaahu 'anhu. secara tersendiri, akan tetapi ia juga diriwayatkan
oleh Abu Sa'id al-Khudri radiyallaahu 'anhu dan Anas bin Malik radiyallaahu 'anhu, sebagaimana yang terdapat dalam hadits dalam Musnad
Imam Ahmad.

3. Siapa mereka (para pencela hadits lalat) sehingga mencela salah seorang Sahabat dari Sahabat-sahabat shallallaahu 'alaihi wasallam, bahkan sampai mencela orang yang paling banyak hafalan terhadap hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam (yaitu Abu Hurairah radiyallaahu 'anhu) dan paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Orang yang Allah Subhanahu waTa'ala telah mendoakanya supaya dia mudah menghafal dan susah untuk lupa, orang yang telah mengahabiskan waktunya untuk hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, tidak dilupakan dengan pertanian dan tidak dilalaikan oleh perdagangn. Dia yang siang dan malam harinya hanya digunakan untuk mengikuti dan memperhatikan apa yang diucapkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, kemudian dia bergadang pada malam harinya untuk menghafal hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam supaya menancap kokoh di hatinya.

4. Syaikh Abdurrahman bin Yahya al-Mu'alimi berkata, "Para ilmuwan mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui terhadap segala sesuatu, dan mereka masih secara terus-menerus melakukan penelitian-penelituian untuk menemukan penemuan-penemuan baru. Maka dengan apa mereka (pencela hadits Nabi) mengingkari dan menafikan kalau Allah memberikan pengetahuan kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pengetahuan yang belum diketahui oleh ilmu pengetahuan modern. Dan Allah lah Pencipta, Pengatur alam semesta. Dia adalah pembuat syariat (hukum)."

5. Para ilmuwan kedokteran modern menetapkan bahwa pada salah satu sayap lalat ada penyakit dan pada sayap yang lainnya ada obatnya. Dengan ini maka jelaslah sebuah kebenaran, dan tidak ada yang perkataan yang lebih benar dari perkataan Allah SubhanahuwaTa'ala.

(Oleh: Ust. Abu Yusuf Sujono)
Artikel Buletin An-Nur
Baca selengkapnya...

Kamis, 06 Mei 2010

Makna Thaghut

"Pemerintah itu thaghut." Ungkapan seperti ini mungkin pernah kita dengar. Mengapa ada sebagian orang yang menyebut pemerintah sebagai thaghut? Menurut mereka, pemerintah adalah thaghut karena tidak menerapkan hukum Islam. Benarkah demikian? Simak bahasan berikut supaya kita tidak terjatuh dalam pemahaman yang salah tentang thaghut.

Dakwah semua Rasul yang Allah Subhanahu wa Ta’ala utus adalah menyeru umatnya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengkufuri thaghut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ

"Dan telah kami utus seorang Rasul pada setiap umat, (untuk menyeru): ‘Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah oleh kalian thaghut’." (An-Nahl: 36) Kufur kepada thaghut adalah syarat sahnya ibadah seseorang, sebagaimana wudhu merupakan syarat sah shalat.


Pengertian Thaghut

Secara bahasa, kata ini diambil dari kata طَغَى, artinya melampaui batas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ

"Sesungguhnya ketika air melampaui batas, Kami bawa kalian di perahu." (Al-Haqah:11)

Adapun menurut istilah syariat, definisi yang terbaik adalah yang disebutkan Ibnul Qayyim: "(Thaghut) adalah setiap sesuatu yang melampui batasannya, baik yang disembah (selain Allah Subhanahu wa Ta'ala), atau diikuti atau ditaati (jika dia ridha diperlakukan demikian)."

Ibnul Qayyim berkata:
"Jika engkau perhatikan thaghut-thaghut di alam ini, tidak akan keluar dari tiga jenis golongan tersebut."

Definisi lain, thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah (dalam keadaan dia rela).

Wajibnya Mengingkari Thaghut
Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk mengkufuri thaghut dan beriman kepada Allah. Dasarnya adalah:

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya untuk mendakwahkan masalah ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ

"Dan telah kami utus pada setiap umat seorang Rasul, (yang menyeru umatnya):Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah oleh kalian thaghut." (An-Nahl: 36)

2. Kufur kepada thaghut merupakan syarat sah iman, sehingga tidak sah iman seseorang hingga mengingkari thaghut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

"Barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka dia telah berpegang dengan tali yang kokoh." (Al-Baqarah: 256)

3. Karena ini terkandung dalam lafadz Laa ilaha illallah. Ilallah adalah iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kufur kepada thaghut. Laa ilaha menafikan semua peribatan kepada selain Allah. Laa ilaha illallah menetapkan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Bentuk Pengingkaran terhadap Thaghut
Para ulama menerangkan bahwa mengkufuri thaghut terwujud dengan enam perkara yang ditunjukkan oleh Al-Qur`an:

1. Meyakini batilnya peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Meninggalkannya dan meninggalkan peribadahan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati, lisan, dan anggota badan.
3. Membencinya dengan hati dan mencercanya dengan lisan. Cercaan dengan lisan yaitu dengan cara menunjukkan dan menerangkan bahwa sesembahan selain Allah adalah batil dan tidak bisa memberikan manfaat.
4. Mengkafirkan pengikut dan penyembah thaghut.
5. Memusuhi mereka dengan dzahir dan batin, dengan hati dan anggota badan.
6. Menghilangkan sesembahan-sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tangan, jika ada kemampuan.

Keenam perkara ini telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan kita diperintahkan untuk meneladani beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ

"Telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya." (Al-Mumtahanah: 4)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meyakini batilnya peribadahan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ إِبْرَاهِيْمَ. إِذْ قَالَ لأَبِيْهِ وَقَوْمِهِ مَا تَعْبُدُوْنَ. قَالُوا نَعْبُدُ أَصْنَامًا فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِيْنَ. قَالَ هَلْ يَسْمَعُوْنَكُمْ إِذْ تَدْعُوْنَ. أَوْ يَنْفَعُوْنَكُمْ أَوْ يَضُرُّوْنَ


"Bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapak dan kaumnya: ‘Apakah yang kalian sembah?’ Mereka berkata: ‘Kami menyembah patung dan kami akan terus mengibadahinya.’ Maka Ibrahim berkata: ‘Apakah (patung-patung tersebut) mendengar ketika kalian berdoa? Apakah dia bisa memberikan manfaat atau menimpakan mudarat?’." (Asy-Syua’ara`: 69-73)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meyakini batilnya sesembahan mereka, bahwa sesembahan mereka tidak bisa memberikan manfaat atau menimpakan mudarat.

Beliau meninggalkan serta menjauhi sesembahan mereka kemudian hijrah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِيْنِ

"(Ibrahim) berkata: ‘Aku akan pergi kepada Rabbku, dan Dia akan memberikan hidayah kepadaku’." (Ash-Shaffat: 99)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Ibrahim:

إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُوْنَ. إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِ


"Aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Dzat yang telah menciptakanku karena sungguh Dia akan memberikan hidayah kepadaku." (Az-Zukhruf: 26-27)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman tentang Ibrahim ‘alaihissalam:

وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ وَأَدْعُو رَبِّي

"Aku akan menjauhi kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Rabbku." (Maryam: 48)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membenci sesembahan mereka dengan hatinya dan menjelekkannya dengan lisan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan bahwa Ibrahim berkata:

أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ

"Celakalah kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah." (Al-Anbiya`: 67)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengingkari mereka dan mengabarkan bahwa mereka adalah kafir serta mengumumkan bahwa ia berlepas diri dari mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan dalam surat Al-Mumtahanah:

كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ

"Kami ingkar terhadap kalian, dan telah tampak antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian, hingga kalian beriman kepada Allah saja." (Al-Mumtahanah: 4)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memusuhi mereka dan menghancurkan sesembahan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلاَّ كَبِيْرًا لَهُمْ

"(Ibrahim) menjadikannya hancur berkeping-keping kecuali patung yang terbesar...." (Al-Anbiya`: 58)

Tokoh-tokoh Thaghut
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu berkata:

"Tokoh thaghut ada lima: Iblis la’natullah ‘alaih, orang yang disembah dan dia ridha diperlakukan demikian, orang yang menyeru orang lain agar menyembah dirinya, orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, dan orang yang berhukum selain dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala."

1. Iblis, yaitu setan yang terkutuk dan dilaknat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentangnya:

وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

"Sesungguhnya laknat-Ku atas kalian sampai hari kiamat." (Shad: 78)

Awalnya Iblis bersama malaikat, tetapi enggan bersujud kepada Adam ‘alaihissalam. Ketika diperintah untuk sujud kepada Adam ‘alaihissalam itulah tampak kesombongan Iblis.

2. Seorang yang disembah dalam keadaan ridha.
Adapun yang orang yang tidak ridha disembah bukanlah thaghut.

3. Orang yang menyeru orang lain untuk menyembah dirinya.
Dia termasuk thaghut, baik ada orang lain yang mengikuti dakwahnya ataupun tidak. Dia sudah menjadi thaghut dengan semata menyeru orang untuk menyembah dirinya. Termasuk dalam golongan ini adalah Fir’aun dan syaikh-syaikh tarekat Sufi yang menyeru pengikutnya untuk menyembah mereka.

4. Orang yang mengaku mengetahui sesuatu tentang ilmu ghaib.
Karena ilmu ghaib (yang mutlak) adalah kekhususan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ

"Katakanlah, tidak ada yang mengetahui perkara ghaib di langit dan bumi kecuali Allah…" (An-Naml: 65)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:

مِفْتَاحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ اللهُ؛ لاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُوْنُ فِي غَدٍ، وَلاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُوْنُ فِي اْلأَرْحَامِ، وَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا، وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ، وَمَا يَدْرِي أَحَدٌ مَتَى يَجِيْءُ الْمَطَرُ

"Kunci-kunci perkara ghaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah: Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi besok; Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang ada di dalam rahim-rahim; Suatu jiwa tidak mengetahui apa yang akan ia lakukan besok; Dan tidak mengetahui di negeri mana dia akan mati; Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan hujan turun." (HR. Al-Bukhari, Kitabul Jum’ah, Bab LaYadri Mata Yaji`ul Mathar illallah)

Maka barangsiapa mengaku mengetahui perkara ghaib berarti telah kafir, karena telah mendustakan apa yang telah diterangkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Termasuk golongan thaghut yang keempat adalah tukang sihir dan dukun-dukun.

5. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berhukum dengan hukum yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan termasuk Tauhid Uluhiyyah dan meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah hakim yang sebenar-benarnya adalah termasuk Tauhid Rububiyah. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut orang yang diikuti oleh pengikut mereka -dalam hal yang menyelisihi apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan- sebagai rabb bagi pengikut mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ

"Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan tukang ibadah mereka sebagai Rabb selain Allah..." (At-Taubah: 31)

Berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa termasuk kufur akbar yang mengeluarkan seorang dari Islam, dan bisa pula kufur ashgar yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Hal ini sesuai dengan keyakinan pelakunya. Karena, orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala ada beberapa jenis:

1. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala karena merendahkan dan membenci hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini termasuk kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

"Hal itu karena mereka membenci apa yang Allah turunkan maka Allah menggugurkan amalan mereka." (Muhammad: 9)

2. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan keyakinan bahwa hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih afdhal dan lebih baik dari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inipun kufur akbar yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوْقِنُوْنَ

"Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin?"(Al-Ma`idah: 50)

3. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan keyakinan bahwa hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sama dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inipun kufur akbar.

4. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala karena meyakini tentang boleh dan halalnya berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inipun pelakunya kafir, karena telah menghalalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan.

5. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan masih meyakini bahwa hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih afdhal, dan tidak menyamakan hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hukum-Nya, bahkan ia mengatakan bahwa hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih afdhal dan lebih tinggi. Dia tidak menghalalkan tindakan berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya saja dia berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala semata karena syahwat, jabatan, dan kepentingan pribadi, dalam keadaan yakin bahwa dirinya salah dan sedang berbuat maksiat. Yang semacam ini termasuk kufur ashgar, pelakunya tidak keluar dari Islam. Inilah yang ditafsirkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma.

Inilah macam-macam thaghut di alam ini. Jika engkau mengamatinya dan mengamati keadaan manusia, engkau akan lihat kebanyakan manusia telah berpaling dari ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala menuju ibadah kepada thaghut. Mereka berpaling dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya menuju ketaatan kepada thaghut dan mengikutinya.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kaum muslimin untuk mengkufuri thaghut dan mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan upaya terpenting untuk mendapatkannya adalah dengan menyebarkan dakwah tauhid kepada umat ini.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Asysyariah.
Baca selengkapnya...