Minggu, 06 Juni 2010

Ribuan Wanita Inggris Memeluk Islam

Surat kabar Inggris The Times mengatakan: “Ribuan wanita muda Inggris yang tinggal di Inggris Raya telah memutuskan untuk masuk Islam, meskipun rasisme terhadap kaum Muslim di Eropa terus meningkat, dan yang terakhir adalah usaha untuk melarang pemakaian cadar.”

Surat kabar yang diterbitkan di London itu menambahkan dalam sebuah laporannya pada hari Sabtu (29/5) bahwa jumlah orang yang masuk Islam meningkat, sementara pada saat yang sama jumlah penduduk yang melakukan doa setiap minggu di Gereja Inggris berkurang dari 2% penduduk.

Para wanita yang melakukan shalat di Masjid Pusat London di Regent’s Park sekitar dua-pertiga dari kaum Muslim baru yang mengucapkan dua kalimat syahadah, dan sebagian besar dari mereka berumur kurang dari tiga puluh tahun.

Berdasarkan statistik yang terkait dengan jumlah orang yang beralih agama, sebagaimana yang dinyatakan dalam sensus tahun 2001 di Inggris Raya, bahwa setidaknya tiga puluh ribu warga asli Inggris masuk Islam.

Dalam pandangan Kevin Brice, dari Pusat Studi Kebijakan Migrasi di Universitas Swansea, bahwa jumlah ini sekarang mungkin sekitar lima puluh ribu orang, yang sebagian besar perempuan.

Sementara hasil analisis fundamental memperkuat data-data tersebut bahwa sejumlah wanita muda berpendidikan perguruan tinggi, yang mereka berusia antara usia dua puluhan hingga tiga puluhan, bahwa mereka inilah yang lebih banyak memeluk Islam.

Salah seorang wanita yang masuk Islam bernama Joanne Bailey, ia menceritakan tentang kisahnya hingga masuk Islam kepada The Times.

Joanne berkata, ia seorang pengacara dari Bradford dan usianya tiga puluh tahun, bahwa tidak ada seorangpun yang meramalkan bahwa ia akan masuk Islam, dan ia dibesarkan dalam keluarga kelas menengah keatas di Yorkshire Selatan, di mana saya begitu membenci melihat seorang Muslim sebelum saya masuk universitas.

Ia pertama mendapat pekerjaan di sebuah kantor pengacara di kota Barnsley, Yorkshire Selatan, dan pada siang hari di tahun 2004, semuanya kehidupan Joanne mengalami perubahan.

Pada hari itu, saat menikmati secangkir kopi dengan temannya yang Muslim, ia terkesan dengan perkataan temannya tersebut, dimana temannya itu memperhatikan salib kecil dari emas yang tergantung di lehernya, lalu temannya bertanya, “Apakah Anda percaya bahwa al-Masih (Kristus) itu Tuhan?”

Sebenarnya ia memakai salib lebih karena masalah fashion bukan karena alasan agama. Ia menjawab pertanyaan itu bahwa ia tidak percaya dengan itu. Kemudian temannya mualia berbicara tentang agamanya.

Ia menambahkan bahwa awalnya ia meremehkan kata-kata temannya itu, namun demikian kata-katanya itu “begitu membekas dalam pikiran saya”. Setelah beberapa hari, saya mulai mencari di Internet salinan Al-Qur’an.

Joanne melanjutkan, “Saya mengambil cuti untuk memulihkan kekuatan pikiran saya.” Kemudian, saya pergi ke kegiatan sosial perempuan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Muslim Baru di kota Leeds. Dan aku ingat ketika itu saya mundar-mandir di pintu asosiasi, dan saya bertanya pada diri saya sendiri: “Apa yang Anda lakukan di sini?”

Ia menambahkan, saya memperhatikan para wanita di tempat ini semuanya mengenakan pakaian yang menutupi tubuh mereka dari kepala sampai kaki. Dan saya bertanya-tanya: “Apa yang membawa wanita Inggris dengan rambut pirang di usia dua puluh lima (kelas atas) ini berkumpul dengan mereka (kelas bawah)?”

Ia terus berkata, “Namun ketika saya masuk tidak semua wanita adalah sama seperti yang saya bayangkan bahwa mereka para istri yang hidupnya tertekan. Ternyata mereka itu ada yang dokter, dosen, spesialis kepribadian, dan lainnya. Bahkan saya terheran-heran melihat ketenangan dan kedamaian pikiran yang tampak pada mereka.”

Kemudian saya memutuskan untuk masuk Islam, bahwa pertemuan saya dengan para wanita itulah yang meyakinkan saya untuk menjadi wanita Muslim daripada buku yang saya baca.

Joanne melanjutkan ceritanya, dan mengatakan “Setelah empat tahun, yakni pada bulan Maret 2008, ia pun mengucapkan dua kalimat syahadah di rumah salah seorang temannya.”

Dan ia mengatakan, “Bahwa apa yang saya rasakan bertentangan dengan pikiran kebanyakan orang. Sungguh Islam tidak memaksa dan menekan saya, justru Islam memberi kesempatan bagi saya untuk menjadi diri saya sendiri seperti yang saya inginkan. Bahkan sekarang saya lebih tenang dari sebelumnya. Dan saya sangat bersyukur mendapatkan hidayah ini.” ()

sumber mediaumat.com
Baca selengkapnya...

Rabu, 02 Juni 2010

Hikmah Dibalik Rezeki Burung

Dikisahkan Syaqiq al-Balkhisalah, sufi yang saleh, pergi berdagang dengan mengendarai Ontanya. Di tengah perjalanan, ia melihat burung yang lumpuh dan buta. Ia berpikir bagaimana burung itu dapat bertahan hidup?. Seketika itu pula ia melihat burung yang lain membawa makanan untuknya. Akhirnya, sang sufi yang saleh tersebut mengurungkan niatnya melanjutkan perjalanan untuk berdagang dengan anggapan burung buta dan lumpuh saja ada jaminan rezekinya apalagi manusia

Dalam perjalanan pulangnya ia berpikir bahwa bukankah Allah Maha pemberi rezeki? Bukankah ia Maha Kaya?. Bukankah Allah akan mengabulkan do’a-doa?. Rasanya Allah tidak akan membiarkan diriku dalam keadaan mati kelapatran

Kepulangan Syaqiq tersebut menimbulkan tanda tanya pada Gurunya, Ibrahim bin Adham yang juga seorang sufi besar. Mendengar penjelasan Syaqiq tentang burung yang lumpuh dan buta tersebut , Sang Guru Sufi, Ibrahim berkata, ''Aneh, engkau ini Syaqiq! Mengapa yang engkau contoh malah burung yang buta dan lumpuh, bukannya mencontoh burung lainnya yang suka memberi makan burung lumpuh itu?''

Syaqiq seketika tersadar bahwa ''tangan di atas'' lebih mulia daripada ''tangan di bawah''. Memberi sadaqah atau infak adalah tanda kemuliaan, sementara meminta-minta hanya akan membawanya ke lembah kehinaan.

Dari kisah pendek di atas nyatalah bahwa rezeki burung itu tidak akan datang dengan sendirinya saat dia sedang tidur di sarangnya, sebagaimana mangsa singa juga tidak akan datang dengan sendirinya saat ia berada di sarangnya, dan bahkan makanan semut tidak akan datang dengan sendirinya saat ia berada di lubangnya.

Hal ini menandakan kalau kita tidak boleh berdiam diri saja. Bukan berarti harus berpindah jauh dari sarangnya, tapi haruslah bergerak dan aktif sebagaimana mereka. Niscaya anda akan mendapatkan seperti mereka.

Kita harus menjadi orang orang yang selalu bergerak mencari peluang peluang kesuksesan yang di berikan Allah kepada kita. Untuk menghindari sikap meminta-minta, tidak ada cara lain selain bekerja. Sudah seharusnya kita juga bisa ''terbang'' menemukan jatah rezeki seperti burung kedua itu. Menjemput rezeki yang telah disediakan Allah seoptimal mungkin adalah tugas kita.

Dari kisah sufi di atas mungkin sufi Syaqiq al-Balkhisalah tersebut lupa bahwa Baginda Rasulullah saw pernah bersabda, “Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa, dll). (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

Dalam kesempatan lain Rasulullah pernah bersabda,:” Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla”. (HR. Ahmad)

Memang dalam hadist, Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Umar bin Khaththab , Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat dalam keadaan lapar, dan pulang dalam keadaan kenyang.“

Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kita tidak perlu berusaha dan bekerja dalam rangka mencari rezeki. Jadi tidaklah cukup hanya berpangku tangan sambil bertawakal saja.

Bukankah dalam hadist diriwayatkan ketika seseorang berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasul, aku Aku lepaskan untaku dan tidak aku ikat (lalu) aku bertawakkal?" Rasulullah SAW bersabda, "Ikatlah ontamu, kemudian bertawakkallah.“

Berdasarkan hadits-hadist di atas dapat disimpulkan bahwa rezeki walaupun telah ditetapkan, namun tetap harus dicari, dijemput. Dengan bagaimana? Ya dengan bekerja mencari nafkah secara halal. Allah SWT telah menyediakan kotak rezeki masing-masing. Kotak tersebut ada yang besar ada yang kecil. Ini adalah cobaan bagi kita agar dapat diketahui seberapa besar rasa syukur seseorang. Jadi, besar atau kecilnya kotak rezeki seseorang bukanlah cermin kasih sayangNya.

Dalam konteks yang lebih luas, selama ini, bangsa Indonesia terlalu dimanja dengan segala potensi kekayaan alam, namun telah lama dijarah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.. Tanpa sadar negeri ini hanya menjadi tempat pemodal asing yang rakus mengeruk kekayaan. Mereka menyisakan beban utang yang sangat besar. Cukup banyak rakyat yang masih hidup dalam keadaan miskin. Hampir di setiap sudut kota kita dapat menjumpai orang yang meminta-minta, mulai dari pengemis hingga pemalak uang recehan, bahkan peminta sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah.

Fenomena yang memprihatinkan ini setidaknya mengetuk kesadaran kita semua untuk tidak hidup bermalas-malasan dalam kebodohan. Kita yang memiliki segala potensi kekayaan alam tidak selayaknya hanya menerima upah minimum, atau merasa senang dengan pinjaman utang baru tanpa kemampuan membayar. Itu sama saja dengan menggiring bangsa ini dalam lumpur kehinaan.

Saatnya kini kita membangun kembali kehormatan bangsa dengan bekerja secara optimal. Tidak hanya tenaga, tetapi pikiran dan hati pun turut bekerja. Terbanglah seperti burung yang memberi makan kepada burung yang lumpuh dan buta. ''Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya...'' demikian Allah memerintahkan kita dalam QS Al-Mulk:15).

Menjemput rezeki seperti burung yang terbang di pagi buta patut kita tiru agar kita kelak tidak meninggalkan anak-anak kita dalam keadaan lemah alias kekurangan (harta atau ilmu). Karena hal yang demikian cenderung membuat anak keturunan kita menjadi tergantung kepada orang lain hingga mudah diperalat dan akhirnya menjadi lupa akan Tuhannya

Allah swt berfirman,”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” (QS. An-Nisa [4] : 9).

Selamat terbang menjemput rezeki sahabatku, dan jangan lupa sisihkanlah sebagian untuk saudara2 kita yang sedang dalam kekurangan dan kemalangan.
Baca selengkapnya...