Minggu, 06 Juni 2010

Ribuan Wanita Inggris Memeluk Islam

Surat kabar Inggris The Times mengatakan: “Ribuan wanita muda Inggris yang tinggal di Inggris Raya telah memutuskan untuk masuk Islam, meskipun rasisme terhadap kaum Muslim di Eropa terus meningkat, dan yang terakhir adalah usaha untuk melarang pemakaian cadar.”

Surat kabar yang diterbitkan di London itu menambahkan dalam sebuah laporannya pada hari Sabtu (29/5) bahwa jumlah orang yang masuk Islam meningkat, sementara pada saat yang sama jumlah penduduk yang melakukan doa setiap minggu di Gereja Inggris berkurang dari 2% penduduk.

Para wanita yang melakukan shalat di Masjid Pusat London di Regent’s Park sekitar dua-pertiga dari kaum Muslim baru yang mengucapkan dua kalimat syahadah, dan sebagian besar dari mereka berumur kurang dari tiga puluh tahun.

Berdasarkan statistik yang terkait dengan jumlah orang yang beralih agama, sebagaimana yang dinyatakan dalam sensus tahun 2001 di Inggris Raya, bahwa setidaknya tiga puluh ribu warga asli Inggris masuk Islam.

Dalam pandangan Kevin Brice, dari Pusat Studi Kebijakan Migrasi di Universitas Swansea, bahwa jumlah ini sekarang mungkin sekitar lima puluh ribu orang, yang sebagian besar perempuan.

Sementara hasil analisis fundamental memperkuat data-data tersebut bahwa sejumlah wanita muda berpendidikan perguruan tinggi, yang mereka berusia antara usia dua puluhan hingga tiga puluhan, bahwa mereka inilah yang lebih banyak memeluk Islam.

Salah seorang wanita yang masuk Islam bernama Joanne Bailey, ia menceritakan tentang kisahnya hingga masuk Islam kepada The Times.

Joanne berkata, ia seorang pengacara dari Bradford dan usianya tiga puluh tahun, bahwa tidak ada seorangpun yang meramalkan bahwa ia akan masuk Islam, dan ia dibesarkan dalam keluarga kelas menengah keatas di Yorkshire Selatan, di mana saya begitu membenci melihat seorang Muslim sebelum saya masuk universitas.

Ia pertama mendapat pekerjaan di sebuah kantor pengacara di kota Barnsley, Yorkshire Selatan, dan pada siang hari di tahun 2004, semuanya kehidupan Joanne mengalami perubahan.

Pada hari itu, saat menikmati secangkir kopi dengan temannya yang Muslim, ia terkesan dengan perkataan temannya tersebut, dimana temannya itu memperhatikan salib kecil dari emas yang tergantung di lehernya, lalu temannya bertanya, “Apakah Anda percaya bahwa al-Masih (Kristus) itu Tuhan?”

Sebenarnya ia memakai salib lebih karena masalah fashion bukan karena alasan agama. Ia menjawab pertanyaan itu bahwa ia tidak percaya dengan itu. Kemudian temannya mualia berbicara tentang agamanya.

Ia menambahkan bahwa awalnya ia meremehkan kata-kata temannya itu, namun demikian kata-katanya itu “begitu membekas dalam pikiran saya”. Setelah beberapa hari, saya mulai mencari di Internet salinan Al-Qur’an.

Joanne melanjutkan, “Saya mengambil cuti untuk memulihkan kekuatan pikiran saya.” Kemudian, saya pergi ke kegiatan sosial perempuan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Muslim Baru di kota Leeds. Dan aku ingat ketika itu saya mundar-mandir di pintu asosiasi, dan saya bertanya pada diri saya sendiri: “Apa yang Anda lakukan di sini?”

Ia menambahkan, saya memperhatikan para wanita di tempat ini semuanya mengenakan pakaian yang menutupi tubuh mereka dari kepala sampai kaki. Dan saya bertanya-tanya: “Apa yang membawa wanita Inggris dengan rambut pirang di usia dua puluh lima (kelas atas) ini berkumpul dengan mereka (kelas bawah)?”

Ia terus berkata, “Namun ketika saya masuk tidak semua wanita adalah sama seperti yang saya bayangkan bahwa mereka para istri yang hidupnya tertekan. Ternyata mereka itu ada yang dokter, dosen, spesialis kepribadian, dan lainnya. Bahkan saya terheran-heran melihat ketenangan dan kedamaian pikiran yang tampak pada mereka.”

Kemudian saya memutuskan untuk masuk Islam, bahwa pertemuan saya dengan para wanita itulah yang meyakinkan saya untuk menjadi wanita Muslim daripada buku yang saya baca.

Joanne melanjutkan ceritanya, dan mengatakan “Setelah empat tahun, yakni pada bulan Maret 2008, ia pun mengucapkan dua kalimat syahadah di rumah salah seorang temannya.”

Dan ia mengatakan, “Bahwa apa yang saya rasakan bertentangan dengan pikiran kebanyakan orang. Sungguh Islam tidak memaksa dan menekan saya, justru Islam memberi kesempatan bagi saya untuk menjadi diri saya sendiri seperti yang saya inginkan. Bahkan sekarang saya lebih tenang dari sebelumnya. Dan saya sangat bersyukur mendapatkan hidayah ini.” ()

sumber mediaumat.com
Baca selengkapnya...

Rabu, 02 Juni 2010

Hikmah Dibalik Rezeki Burung

Dikisahkan Syaqiq al-Balkhisalah, sufi yang saleh, pergi berdagang dengan mengendarai Ontanya. Di tengah perjalanan, ia melihat burung yang lumpuh dan buta. Ia berpikir bagaimana burung itu dapat bertahan hidup?. Seketika itu pula ia melihat burung yang lain membawa makanan untuknya. Akhirnya, sang sufi yang saleh tersebut mengurungkan niatnya melanjutkan perjalanan untuk berdagang dengan anggapan burung buta dan lumpuh saja ada jaminan rezekinya apalagi manusia

Dalam perjalanan pulangnya ia berpikir bahwa bukankah Allah Maha pemberi rezeki? Bukankah ia Maha Kaya?. Bukankah Allah akan mengabulkan do’a-doa?. Rasanya Allah tidak akan membiarkan diriku dalam keadaan mati kelapatran

Kepulangan Syaqiq tersebut menimbulkan tanda tanya pada Gurunya, Ibrahim bin Adham yang juga seorang sufi besar. Mendengar penjelasan Syaqiq tentang burung yang lumpuh dan buta tersebut , Sang Guru Sufi, Ibrahim berkata, ''Aneh, engkau ini Syaqiq! Mengapa yang engkau contoh malah burung yang buta dan lumpuh, bukannya mencontoh burung lainnya yang suka memberi makan burung lumpuh itu?''

Syaqiq seketika tersadar bahwa ''tangan di atas'' lebih mulia daripada ''tangan di bawah''. Memberi sadaqah atau infak adalah tanda kemuliaan, sementara meminta-minta hanya akan membawanya ke lembah kehinaan.

Dari kisah pendek di atas nyatalah bahwa rezeki burung itu tidak akan datang dengan sendirinya saat dia sedang tidur di sarangnya, sebagaimana mangsa singa juga tidak akan datang dengan sendirinya saat ia berada di sarangnya, dan bahkan makanan semut tidak akan datang dengan sendirinya saat ia berada di lubangnya.

Hal ini menandakan kalau kita tidak boleh berdiam diri saja. Bukan berarti harus berpindah jauh dari sarangnya, tapi haruslah bergerak dan aktif sebagaimana mereka. Niscaya anda akan mendapatkan seperti mereka.

Kita harus menjadi orang orang yang selalu bergerak mencari peluang peluang kesuksesan yang di berikan Allah kepada kita. Untuk menghindari sikap meminta-minta, tidak ada cara lain selain bekerja. Sudah seharusnya kita juga bisa ''terbang'' menemukan jatah rezeki seperti burung kedua itu. Menjemput rezeki yang telah disediakan Allah seoptimal mungkin adalah tugas kita.

Dari kisah sufi di atas mungkin sufi Syaqiq al-Balkhisalah tersebut lupa bahwa Baginda Rasulullah saw pernah bersabda, “Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa, dll). (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

Dalam kesempatan lain Rasulullah pernah bersabda,:” Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla”. (HR. Ahmad)

Memang dalam hadist, Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Umar bin Khaththab , Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat dalam keadaan lapar, dan pulang dalam keadaan kenyang.“

Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kita tidak perlu berusaha dan bekerja dalam rangka mencari rezeki. Jadi tidaklah cukup hanya berpangku tangan sambil bertawakal saja.

Bukankah dalam hadist diriwayatkan ketika seseorang berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasul, aku Aku lepaskan untaku dan tidak aku ikat (lalu) aku bertawakkal?" Rasulullah SAW bersabda, "Ikatlah ontamu, kemudian bertawakkallah.“

Berdasarkan hadits-hadist di atas dapat disimpulkan bahwa rezeki walaupun telah ditetapkan, namun tetap harus dicari, dijemput. Dengan bagaimana? Ya dengan bekerja mencari nafkah secara halal. Allah SWT telah menyediakan kotak rezeki masing-masing. Kotak tersebut ada yang besar ada yang kecil. Ini adalah cobaan bagi kita agar dapat diketahui seberapa besar rasa syukur seseorang. Jadi, besar atau kecilnya kotak rezeki seseorang bukanlah cermin kasih sayangNya.

Dalam konteks yang lebih luas, selama ini, bangsa Indonesia terlalu dimanja dengan segala potensi kekayaan alam, namun telah lama dijarah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.. Tanpa sadar negeri ini hanya menjadi tempat pemodal asing yang rakus mengeruk kekayaan. Mereka menyisakan beban utang yang sangat besar. Cukup banyak rakyat yang masih hidup dalam keadaan miskin. Hampir di setiap sudut kota kita dapat menjumpai orang yang meminta-minta, mulai dari pengemis hingga pemalak uang recehan, bahkan peminta sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah.

Fenomena yang memprihatinkan ini setidaknya mengetuk kesadaran kita semua untuk tidak hidup bermalas-malasan dalam kebodohan. Kita yang memiliki segala potensi kekayaan alam tidak selayaknya hanya menerima upah minimum, atau merasa senang dengan pinjaman utang baru tanpa kemampuan membayar. Itu sama saja dengan menggiring bangsa ini dalam lumpur kehinaan.

Saatnya kini kita membangun kembali kehormatan bangsa dengan bekerja secara optimal. Tidak hanya tenaga, tetapi pikiran dan hati pun turut bekerja. Terbanglah seperti burung yang memberi makan kepada burung yang lumpuh dan buta. ''Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya...'' demikian Allah memerintahkan kita dalam QS Al-Mulk:15).

Menjemput rezeki seperti burung yang terbang di pagi buta patut kita tiru agar kita kelak tidak meninggalkan anak-anak kita dalam keadaan lemah alias kekurangan (harta atau ilmu). Karena hal yang demikian cenderung membuat anak keturunan kita menjadi tergantung kepada orang lain hingga mudah diperalat dan akhirnya menjadi lupa akan Tuhannya

Allah swt berfirman,”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” (QS. An-Nisa [4] : 9).

Selamat terbang menjemput rezeki sahabatku, dan jangan lupa sisihkanlah sebagian untuk saudara2 kita yang sedang dalam kekurangan dan kemalangan.
Baca selengkapnya...

Senin, 31 Mei 2010

Hikmah Ilahi Dalam Hadits Lalat

Dari Abu Hurairah radiyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apabila lalat masuk/ terjatuh ke dalam minuman salah seorang di antara kalian, maka celupkanlah (lalat itu) kemudian buanglah, karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya ada penyakit (racun) dan pada sayap yang lainnya ada penawarnya." (HR. al-Bukhari).

Takhrij Hadits :

Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (2/329), (4/71-72), ad-Darimi (2/99), Ibnu Majah (3505) dan Ahmad (2/398).

Penjelasan Hadits :

Hadits ini telah datang secara pasti dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, dan sebagian orang zaman dahulu dan sekarang telah
mempermasalahkan hadits ini karena ketidaktahuan mereka.

Imam al-Khathabi rahimahullah berkata, "Hadits ini telah diperbincangkan oleh orang-orang yang tidak memiliki bagian sama sekali dalam masalah ini, seraya mengatakan, 'Bagaimana berkumpul antara obat dan penyakit dalam kedua sayap lalat? Dan bagaimana ia tahu hal itu dari dirinya sendiri?' Ini adalah pertanyaan orang yang kurang ilmunya atau orang-orang yang pura-pura tidak tahu. Karena sesungguhnya dalam diri sebagian binatang terkumpul dua hal yang bertentangan, dan Allah Subhanahu waTa'ala telah mempersatukan keduanya dan memaksanya untuk bersatu, dan menjadikan hal itu sebagai kekuatan pada binatang tersebut. (Allah) yang memberikan insting (ilham) kepada lebah untuk membangun sarangnya yang unik tentunya mampu untuk memberikan ilham kepada lalat untuk mendahulukan satu sayap dan mengakhirkan sayap yang lain."sampai di sini perkataan Imam al-Khathabi

Pada zaman ini mereka yang mempermasalahkan hadits ini berkata, "Sesungguhnya hadits ini bertentangan dengan pokok-pokok penelitian ilmiah, bahwa lalat adalah sebab utama penularan penyakit, maka bagaimana mungkin pada lalat ada obat (penawar)nya? Mereka lupa bahwa sebagian besar masalah ilmiah yang mereka jadikan dalil, tidak lain hanyalah teori-teori semata, betapa banyak teori yang menyebutkan tentang sesuatu dan menganggap bahwa hal itu benar pada hari ini, kemudian setelah berselang waktu baik lama maupun cepat ternyata hal itu salah. Maka bagaimana mungkin teori-teori itu menjadi timbangan untuk menghukumi benar dan tidaknya nash-nash wahyu tersebut? Dan bagaimana mungkin orang yang kurang ilmunya dapat menghukumi salah dan benar terhadap ilmu yang datang dari Allah Subhanahu waTa'ala lewat lisan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam?


Telah ditemukan sebuah penemuan baru dalam bidang kedokteran di dalam hadits ini dan majalah at-Tauhid di Mesir edisi 5 tahun 1397 H/1977M telah mempublikasikan hasil penelitian Dr.Amin Ridha (dosen bedah tulang di universitas Iskandariyah), yang menjelaskan bahwa dalam satu waktu yang bersamaan lalat membawa kuman-kuman yang menyebabkan penyakit, dan juga membawa bakteri "Faaj" yang melawan kuman-kuman tersebut. Bakteri "Faaj" adalah bakteri pemangsa atau penerkam kuman-kuman.

Maka wajib bagi setiap muslim, untuk membenarkan setiap apa yang dibawa atau disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, baik hal itu ditetapkan dan dibenarkan oleh ilmu pengetahuan modern dan penelitian atau pun tidak.

Faidah Hadits :

1. Suci atau tidak najisnya lalat, baik ketika hidup maupun mati, dan bahwasanya suatu benda tidak menjadi najis apabila lalat hinggap dan mati di atasnya, baik benda itu padat maupun cair.

2. Anjuran untuk mencelupkan/ menenggelamkan lalat yang sudah terjatuh masuk ke dalam minuman apabila benda itu adalah cair, adapun kalau benda itu padat, maka lalatnya dan daerah yang dihinggapi olehnya dibuang di sekitarnya.

3. Sesungguhnya pada salah satu sayap lalat ada penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawar/ obatnya. Dan lalat, apabila dia terjatuh atau hinggap ke dalam minuman, dia akan mengangkat sayap yang terdapat penawar dan mencelupkan sayap yang terdapat penyakit. Maka termasuk hikmah Allah Subhanahu waTa'ala adalah Dia memerintahkan hambanya untuk mencelupkan lalat yang mati di dalam minuman, supaya obat/ penawar pada sayap yang satunya dapat menetralkan dan menawarkan penyakit yang ada pada sayap. Adapun menumpahkan atau membuang minuman tersebut merupakan bentuk penyia-nyiaan harta (tabdzir) yang dilarang Allah Subhanahu waTa'ala. Dan syari'at Islam bukan hanya berlaku untuk generasi (zaman) tertentu atau bangsa tertentu, karena kadang kala minuman memiliki nilai yang sangat berharga pada suatu zaman, tempat atau bangsa tertentu.

4. Dalam hadits ini terdapat mukjizat ilmiah, dan ilmu pengetahuan modern telah menemukan penemuan baru yang menetapkan adanya kebenarannya secara ilmiah, bahwa ada penyakit berbahaya pada salah satu sayap lalat dan obatnya pada sayap yang lain. Allah Subhanahu waTa'ala memiliki
rahasia-rahasia dan hikmah tertentu dalam menetapkan setiap syariat/ hukum.

5. Para ulama mengqiyaskan lalat dengan binatang yang tidak memiiki darah yang mengalir dalam masalah kesuciannya.

Bantahan Terhadap Orang Yang Meragukan Hadits Lalat

Sebagian orang mencela dan mengkritik hadits ini, bahkan celaan itu sampai kepada tingkat mencela sahabat Abu Hurairah radiyallaahu 'anhu. Untuk menjawab celaan mereka terhadap hadits ini adalah sebagai berikut:

1. Hadits di atas adalah salah satu hadits yang dipilih oleh Imam al-Bukhari dan beliau masukan ke dalam kitab Shahihnya karena keshahihan
hadits tersebut.

2. Hadits lalat ini tidak hanya diriwayatkan oleh Abu Hurairah radiyallaahu 'anhu. secara tersendiri, akan tetapi ia juga diriwayatkan
oleh Abu Sa'id al-Khudri radiyallaahu 'anhu dan Anas bin Malik radiyallaahu 'anhu, sebagaimana yang terdapat dalam hadits dalam Musnad
Imam Ahmad.

3. Siapa mereka (para pencela hadits lalat) sehingga mencela salah seorang Sahabat dari Sahabat-sahabat shallallaahu 'alaihi wasallam, bahkan sampai mencela orang yang paling banyak hafalan terhadap hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam (yaitu Abu Hurairah radiyallaahu 'anhu) dan paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Orang yang Allah Subhanahu waTa'ala telah mendoakanya supaya dia mudah menghafal dan susah untuk lupa, orang yang telah mengahabiskan waktunya untuk hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, tidak dilupakan dengan pertanian dan tidak dilalaikan oleh perdagangn. Dia yang siang dan malam harinya hanya digunakan untuk mengikuti dan memperhatikan apa yang diucapkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, kemudian dia bergadang pada malam harinya untuk menghafal hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam supaya menancap kokoh di hatinya.

4. Syaikh Abdurrahman bin Yahya al-Mu'alimi berkata, "Para ilmuwan mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui terhadap segala sesuatu, dan mereka masih secara terus-menerus melakukan penelitian-penelituian untuk menemukan penemuan-penemuan baru. Maka dengan apa mereka (pencela hadits Nabi) mengingkari dan menafikan kalau Allah memberikan pengetahuan kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pengetahuan yang belum diketahui oleh ilmu pengetahuan modern. Dan Allah lah Pencipta, Pengatur alam semesta. Dia adalah pembuat syariat (hukum)."

5. Para ilmuwan kedokteran modern menetapkan bahwa pada salah satu sayap lalat ada penyakit dan pada sayap yang lainnya ada obatnya. Dengan ini maka jelaslah sebuah kebenaran, dan tidak ada yang perkataan yang lebih benar dari perkataan Allah SubhanahuwaTa'ala.

(Oleh: Ust. Abu Yusuf Sujono)
Artikel Buletin An-Nur
Baca selengkapnya...

Kamis, 06 Mei 2010

Makna Thaghut

"Pemerintah itu thaghut." Ungkapan seperti ini mungkin pernah kita dengar. Mengapa ada sebagian orang yang menyebut pemerintah sebagai thaghut? Menurut mereka, pemerintah adalah thaghut karena tidak menerapkan hukum Islam. Benarkah demikian? Simak bahasan berikut supaya kita tidak terjatuh dalam pemahaman yang salah tentang thaghut.

Dakwah semua Rasul yang Allah Subhanahu wa Ta’ala utus adalah menyeru umatnya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengkufuri thaghut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ

"Dan telah kami utus seorang Rasul pada setiap umat, (untuk menyeru): ‘Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah oleh kalian thaghut’." (An-Nahl: 36) Kufur kepada thaghut adalah syarat sahnya ibadah seseorang, sebagaimana wudhu merupakan syarat sah shalat.


Pengertian Thaghut

Secara bahasa, kata ini diambil dari kata طَغَى, artinya melampaui batas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ

"Sesungguhnya ketika air melampaui batas, Kami bawa kalian di perahu." (Al-Haqah:11)

Adapun menurut istilah syariat, definisi yang terbaik adalah yang disebutkan Ibnul Qayyim: "(Thaghut) adalah setiap sesuatu yang melampui batasannya, baik yang disembah (selain Allah Subhanahu wa Ta'ala), atau diikuti atau ditaati (jika dia ridha diperlakukan demikian)."

Ibnul Qayyim berkata:
"Jika engkau perhatikan thaghut-thaghut di alam ini, tidak akan keluar dari tiga jenis golongan tersebut."

Definisi lain, thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah (dalam keadaan dia rela).

Wajibnya Mengingkari Thaghut
Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk mengkufuri thaghut dan beriman kepada Allah. Dasarnya adalah:

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya untuk mendakwahkan masalah ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ

"Dan telah kami utus pada setiap umat seorang Rasul, (yang menyeru umatnya):Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah oleh kalian thaghut." (An-Nahl: 36)

2. Kufur kepada thaghut merupakan syarat sah iman, sehingga tidak sah iman seseorang hingga mengingkari thaghut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

"Barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka dia telah berpegang dengan tali yang kokoh." (Al-Baqarah: 256)

3. Karena ini terkandung dalam lafadz Laa ilaha illallah. Ilallah adalah iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kufur kepada thaghut. Laa ilaha menafikan semua peribatan kepada selain Allah. Laa ilaha illallah menetapkan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Bentuk Pengingkaran terhadap Thaghut
Para ulama menerangkan bahwa mengkufuri thaghut terwujud dengan enam perkara yang ditunjukkan oleh Al-Qur`an:

1. Meyakini batilnya peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Meninggalkannya dan meninggalkan peribadahan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati, lisan, dan anggota badan.
3. Membencinya dengan hati dan mencercanya dengan lisan. Cercaan dengan lisan yaitu dengan cara menunjukkan dan menerangkan bahwa sesembahan selain Allah adalah batil dan tidak bisa memberikan manfaat.
4. Mengkafirkan pengikut dan penyembah thaghut.
5. Memusuhi mereka dengan dzahir dan batin, dengan hati dan anggota badan.
6. Menghilangkan sesembahan-sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tangan, jika ada kemampuan.

Keenam perkara ini telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan kita diperintahkan untuk meneladani beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ

"Telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya." (Al-Mumtahanah: 4)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meyakini batilnya peribadahan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ إِبْرَاهِيْمَ. إِذْ قَالَ لأَبِيْهِ وَقَوْمِهِ مَا تَعْبُدُوْنَ. قَالُوا نَعْبُدُ أَصْنَامًا فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِيْنَ. قَالَ هَلْ يَسْمَعُوْنَكُمْ إِذْ تَدْعُوْنَ. أَوْ يَنْفَعُوْنَكُمْ أَوْ يَضُرُّوْنَ


"Bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapak dan kaumnya: ‘Apakah yang kalian sembah?’ Mereka berkata: ‘Kami menyembah patung dan kami akan terus mengibadahinya.’ Maka Ibrahim berkata: ‘Apakah (patung-patung tersebut) mendengar ketika kalian berdoa? Apakah dia bisa memberikan manfaat atau menimpakan mudarat?’." (Asy-Syua’ara`: 69-73)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meyakini batilnya sesembahan mereka, bahwa sesembahan mereka tidak bisa memberikan manfaat atau menimpakan mudarat.

Beliau meninggalkan serta menjauhi sesembahan mereka kemudian hijrah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِيْنِ

"(Ibrahim) berkata: ‘Aku akan pergi kepada Rabbku, dan Dia akan memberikan hidayah kepadaku’." (Ash-Shaffat: 99)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Ibrahim:

إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُوْنَ. إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِ


"Aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Dzat yang telah menciptakanku karena sungguh Dia akan memberikan hidayah kepadaku." (Az-Zukhruf: 26-27)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman tentang Ibrahim ‘alaihissalam:

وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ وَأَدْعُو رَبِّي

"Aku akan menjauhi kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Rabbku." (Maryam: 48)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membenci sesembahan mereka dengan hatinya dan menjelekkannya dengan lisan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan bahwa Ibrahim berkata:

أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ

"Celakalah kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah." (Al-Anbiya`: 67)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengingkari mereka dan mengabarkan bahwa mereka adalah kafir serta mengumumkan bahwa ia berlepas diri dari mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan dalam surat Al-Mumtahanah:

كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ

"Kami ingkar terhadap kalian, dan telah tampak antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian, hingga kalian beriman kepada Allah saja." (Al-Mumtahanah: 4)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memusuhi mereka dan menghancurkan sesembahan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلاَّ كَبِيْرًا لَهُمْ

"(Ibrahim) menjadikannya hancur berkeping-keping kecuali patung yang terbesar...." (Al-Anbiya`: 58)

Tokoh-tokoh Thaghut
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu berkata:

"Tokoh thaghut ada lima: Iblis la’natullah ‘alaih, orang yang disembah dan dia ridha diperlakukan demikian, orang yang menyeru orang lain agar menyembah dirinya, orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, dan orang yang berhukum selain dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala."

1. Iblis, yaitu setan yang terkutuk dan dilaknat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentangnya:

وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

"Sesungguhnya laknat-Ku atas kalian sampai hari kiamat." (Shad: 78)

Awalnya Iblis bersama malaikat, tetapi enggan bersujud kepada Adam ‘alaihissalam. Ketika diperintah untuk sujud kepada Adam ‘alaihissalam itulah tampak kesombongan Iblis.

2. Seorang yang disembah dalam keadaan ridha.
Adapun yang orang yang tidak ridha disembah bukanlah thaghut.

3. Orang yang menyeru orang lain untuk menyembah dirinya.
Dia termasuk thaghut, baik ada orang lain yang mengikuti dakwahnya ataupun tidak. Dia sudah menjadi thaghut dengan semata menyeru orang untuk menyembah dirinya. Termasuk dalam golongan ini adalah Fir’aun dan syaikh-syaikh tarekat Sufi yang menyeru pengikutnya untuk menyembah mereka.

4. Orang yang mengaku mengetahui sesuatu tentang ilmu ghaib.
Karena ilmu ghaib (yang mutlak) adalah kekhususan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ

"Katakanlah, tidak ada yang mengetahui perkara ghaib di langit dan bumi kecuali Allah…" (An-Naml: 65)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:

مِفْتَاحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ اللهُ؛ لاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُوْنُ فِي غَدٍ، وَلاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُوْنُ فِي اْلأَرْحَامِ، وَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا، وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ، وَمَا يَدْرِي أَحَدٌ مَتَى يَجِيْءُ الْمَطَرُ

"Kunci-kunci perkara ghaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah: Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi besok; Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang ada di dalam rahim-rahim; Suatu jiwa tidak mengetahui apa yang akan ia lakukan besok; Dan tidak mengetahui di negeri mana dia akan mati; Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan hujan turun." (HR. Al-Bukhari, Kitabul Jum’ah, Bab LaYadri Mata Yaji`ul Mathar illallah)

Maka barangsiapa mengaku mengetahui perkara ghaib berarti telah kafir, karena telah mendustakan apa yang telah diterangkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Termasuk golongan thaghut yang keempat adalah tukang sihir dan dukun-dukun.

5. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berhukum dengan hukum yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan termasuk Tauhid Uluhiyyah dan meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah hakim yang sebenar-benarnya adalah termasuk Tauhid Rububiyah. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut orang yang diikuti oleh pengikut mereka -dalam hal yang menyelisihi apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan- sebagai rabb bagi pengikut mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ

"Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan tukang ibadah mereka sebagai Rabb selain Allah..." (At-Taubah: 31)

Berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa termasuk kufur akbar yang mengeluarkan seorang dari Islam, dan bisa pula kufur ashgar yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Hal ini sesuai dengan keyakinan pelakunya. Karena, orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala ada beberapa jenis:

1. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala karena merendahkan dan membenci hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini termasuk kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

"Hal itu karena mereka membenci apa yang Allah turunkan maka Allah menggugurkan amalan mereka." (Muhammad: 9)

2. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan keyakinan bahwa hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih afdhal dan lebih baik dari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inipun kufur akbar yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوْقِنُوْنَ

"Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin?"(Al-Ma`idah: 50)

3. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan keyakinan bahwa hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sama dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inipun kufur akbar.

4. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala karena meyakini tentang boleh dan halalnya berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inipun pelakunya kafir, karena telah menghalalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan.

5. Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan masih meyakini bahwa hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih afdhal, dan tidak menyamakan hukum selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hukum-Nya, bahkan ia mengatakan bahwa hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih afdhal dan lebih tinggi. Dia tidak menghalalkan tindakan berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya saja dia berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala semata karena syahwat, jabatan, dan kepentingan pribadi, dalam keadaan yakin bahwa dirinya salah dan sedang berbuat maksiat. Yang semacam ini termasuk kufur ashgar, pelakunya tidak keluar dari Islam. Inilah yang ditafsirkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma.

Inilah macam-macam thaghut di alam ini. Jika engkau mengamatinya dan mengamati keadaan manusia, engkau akan lihat kebanyakan manusia telah berpaling dari ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala menuju ibadah kepada thaghut. Mereka berpaling dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya menuju ketaatan kepada thaghut dan mengikutinya.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kaum muslimin untuk mengkufuri thaghut dan mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan upaya terpenting untuk mendapatkannya adalah dengan menyebarkan dakwah tauhid kepada umat ini.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Asysyariah.
Baca selengkapnya...

Selasa, 20 April 2010

Noda yang Menghancurkan Ibadah

Banyak orang beranggapan bahwa kualitas ibadah hanya ditentukan oleh syarat, rukun, dan kekhusyukan dalam pelaksanaannya. Misalnya, shalat yang berkualitas adalah yang didahului oleh wudlu yang benar, suci pakaian dan tempatnya, serta khusyuk dalam melakukan setiap rukunnya. Demikian pula dengan ibadah-ibadah yang lain.

Saad bin Abi Waqqash RA bertanya kepada Rasulullah SAW tentang rahasia agar ibadah dan doa-doanya cepat dikabulkan. Rasul SAW tidak mengajari Sa'ad tentang syarat, rukun, ataupun kekhusyukan. Rasul mengatakan, "Perbaikilah apa yang kamu makan, hai Sa'ad." (HR Thabrani).

Ada sindiran yang hendak disampaikan Rasulullah SAW lewat hadis di atas. Yaitu, bahwa kebanyakan manusia cenderung memperhatikan 'kulit luar', tapi lupa akan hal-hal yang lebih urgen dan fundamental.

Setiap Muslim pasti mengetahui bahwa shalat atau haji mesti dilakukan dengan pakaian yang suci. Pakaian yang kotor akan menyebabkan ibadah tersebut tidak sah alias ditolak. Namun, betapa banyak di antara kaum Muslim yang lupa dan lalai bahwa makanan yang diperoleh dari cara-cara yang kotor juga akan berujung pada ditolaknya ibadah dan munajat kita.

Rasul SAW telah mengingatkan, "Demi Zat Yang menguasai diriku, jika seseorang mengonsumsi harta yang haram, maka tidak akan diterima amal ibadahnya selama 40 hari." (HR Thabrani).

Dalam hadis lain yang dinukil Ibnu Rajab al-Hanbali, Rasul SAW bersabda, "Barangsiapa yang di dalam tubuhnya terdapat bagian yang tumbuh dari harta yang tidak halal, maka nerakalah tempat yang layak baginya."

Di sinilah terlihat dengan jelas, korelasi antara kualitas ibadah dan sumber penghasilan. Bahkan, karena ingin memastikan bahwa semua yang dikonsumsi berasal dari sumber yang halal, para Nabi dan Rasul menekuni suatu pekerjaan secara langsung untuk menghidupi diri dan keluarga mereka.

Nabi Dawud adalah seorang pandai besi dan penjahit, Nabi Zakaria seorang tukang kayu, Rasulullah SAW adalah seorang pedagang, dan seterusnya. Demikian pula dengan para sahabat yang mulia; mayoritas kaum Muhajirin berprofesi sebagai pedagang, sementara kaum Anshar mengandalkan hidupnya dari pertanian.

Lebih dari itu, ketika seseorang bergelimang harta haram, dan ia menafkahi keluarganya dengan harta tersebut, sebenarnya ia tidak hanya menodai ibadahnya sendiri. Tapi, juga menodai ibadah dan masa depan anak-istrinya.

Seperti komentar Syekh 'Athiyah dalam Syarh al-Arbain an-Nawawiyah, "Orang tua seperti itu secara sengaja membuat ibadah dan doa anak-anaknya tertolak. Sebab, ia menjadikan tubuh mereka tumbuh dari harta yang haram." Wa Allahu a'lam

Sumber : Republika
Oleh: Abdullah Hakam Shah MA
Baca selengkapnya...

Minggu, 07 Maret 2010

Who is Muhammad ?

Koran Jyllands Posten, Denmark, menggambarkan Muhammad sedemikian sarkastisnya sehingga membuat dunia seolah-olah mendidih dalam beberapa minggu terakhir.Tulisan ini mencoba memberikan persepsi lain atas Muhammad (SAW) dari orang2 yang bukan pengikutnya, orang2 yang jauh lebih berpengaruh dan berpendidikan. Semoga membuat kecintaan kita kepada beliau makin bertambah . . . . . .

Who is Muhammad SAW anyway ?

ENCYCLOPEDIA BRITANNICA
"Sejumlah besar sumber awal menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang jujur dan berbudi baik yang dihormati dan ditaati orang-orang yang sepertinya (jujur dan berbudi baik) (Vol. 12)"


MAHATMA GANDHI (Komentar mengenai karakter Muhammad di YOUNG INDIA) :
"Pernah saya bertanya-tanya siapakah tokoh yang paling mempengaruhi manusia... Saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pengabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya. Semua ini (dan bukan pedang) menyingkirkan segala halangan. Ketika saya menutup halaman terakhir volume 2 (biografi Muhammad), saya sedih karena tiada lagi cerita yang tersisa dari hidupnya yang agung."


Sir George Bernard Shaw (The Genuine Islam,' Vol. 1, No. 8, 1936.)
"Jika ada agama yang berpeluang menguasai Inggris - bahkan Eropa - beberapa ratus tahun dari sekarang, Islam-lah agama tersebut."

" Saya senantiasa menghormati agama Muhammad karena potensi yang dimilikinya. Ini adalah satu-satunya agama yang bagi saya memiliki kemampuan menyatukan dan merubah peradaban. Saya sudah mempelajari Muhammad - sesosok pribadi agung yang jauh dari kesan seorang anti-kristus, dia harus dipanggil 'sang penyelamat kemanusiaan'."

"Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia: Ramalanku, keyakinan yang dibawanya akan diterima Eropa di masa datang dan memang ia telah mulai diterima Eropa saat ini"

"Dia adalah manusia teragung yang pernah menginjakkan kakinya di bumi ini. Dia mem-bawa sebuah agama, mendirikan sebuah bangsa, meletakkan dasar-dasar moral, memulai sekian banyak gerakan pembaruan sosial dan politik, mendirikan sebuah masyarakat yang kuat dan dinamis untuk melaksanakan dan mewakili seluruh ajarannya, dan ia juga telah merevolusi pikiran serta perilaku manusia untuk seluruh masa yang akan datang.

Dia adalah Muhammad (SAW). Dia lahir di Arab tahun 570 masehi, memulai misi mengajarkan agama kebenaran, Islam (penyerahan diri pada Tuhan) pada usia 40 dan
meninggalkan dunia ini pada usia 63.

Sepanjang masa kenabiannya yang pendek (23 tahun) dia telah merubah Jazirah Arab dari paganisme dan pemuja makhluk menjadi para pemuja Tuhan yang Esa, dari
peperangan dan perpecahan antar suku menjadi bangsa yang bersatu, dari kaum pemabuk dan pengacau menjadi kaum pemikir dan penyabar, dari kaum tak berhukum dan anarkis menjadi kaum yang teratur, dari kebobrokan ke keagungan moral. Sejarah manusia tidak pernah mengenal tranformasi sebuah masyarakat atau tempat sedahsyat
ini - dan bayangkan ini terjadi dalam kurun waktu hanya sedikit di atas DUA DEKADE."


MICHAEL H. HART (THE 100: A RANKING OF THE MOST INFLUENTIAL PERSONS IN HISTORY, New York, 1978)
Pilihan saya untuk menempatkan Muhammad pada urutan teratas mungkin mengejut-kan semua pihak, tapi dialah satu-satunya orang yang sukses baik dalam tataran sekular maupun agama. (hal.33). Lamar Tine, seorang sejarawan terkemuka menyatakan bahwa :
"Jika keagungan sebuah tujuan, kecilnya fasilitas yang diberikan untuk mencapai tujuan tersebut, serta menakjubkannya hasil yang dicapai menjadi tolok ukur kejeniusan seorang manusia; siapakah yang berani membandingkan tokoh hebat manapun dalam sejarah modern dengan Muhammad ?
Tokoh-tokoh itu membangun pasukan, hukum dan kerajaan saja. Mereka hanyalah menciptakan kekuatan-kekuatan material yang hancur bahkan di depan mata mereka sendiri. Muhammad bergerak tidak hanya dengan tentara, hukum, kerajaan, rakyat dan dinasti, tapi jutaan manusia di dua per tiga wilayah dunia saat itu; lebih dari itu, ia telah merubah altar-altar pemujaan, sesembahan, agama, pikiran, kepercayaan serta jiwa... Kesabarannya dalam kemenangan dan ambisinya yang dipersembahkan untuk satu tujuan tanpa sama sekali berhasrat membangun kekuasaan, sembahyang-sembahyangnya, dialognya dengan Tuhan, kematiannnya dan kemenangan-kemenangan (umatnya) setelah kematiannya ; semuanya membawa keyakinan umatnya hingga ia memiliki kekuatan untuk mengembalikan sebuah dogma. Dogma yang
mengajarkan ketunggalan dan kegaiban (immateriality) Tuhan yang mengajarkan siapa sesungguhnya Tuhan. Dia singkirkan tuhan palsu dengan kekuatan dan mengenalkan
tuhan yang sesungguhnya dengan kebijakan. Seorang filsuf yang juga seorang orator, apostle (hawariyyun, 12 orang pengikut Yesus-pen.), prajurit, ahli hukum, penakluk ide, pegembali dogma-dogma rasional dari sebuah ajaran tanpa pengidolaan, pendiri 20 kerajaan di bumi dan satu kerajaan spiritual, ialah Muhammad. Dari semua standar bagaimana kehebatan seorang manusia diukur, mungkin kita patut bertanya : adakah orang yang lebih agung dari dia?"


(Lamar Tine, HISTOIRE DE LA TURQUIE, Paris, 1854, Vol.II, pp 276-277)
"Dunia telah menyaksikan banyak pribadi-pribadi agung. Namun, dari orang orang tersebut adalah orang yang sukses pada satu atau dua bidang saja misalnya agama
atau militer. Hidup dan ajaran orang-orang ini seringkali terselimuti kabut waktu dan zaman. Begitu banyak spekulasi tentang waktu dan tempat lahir mereka, cara dan gaya hidup mereka, sifat dan detail ajaran mereka, serta tingkat dan ukuran kesuksesan
mereka sehingga sulit bagi manusia untuk merekonstruksi ajaran dan hidup tokoh-tokoh ini.
Tidak demikian dengan orang ini. Muhammad (SAW) telah begitu tinggi menggapai dalam berbagai bidang pikir dan perilaku manusia dalam sebuah episode cemerlang sejarah manusia. Setiap detil dari kehidupan pribadi dan ucapan-ucapannya telah secara akurat didokumentasikan dan dijaga dengan teliti sampai saat ini. Keaslian ajarannya begitu terjaga, tidak saja oleh karena penelusuran yang dilakukan para pengikut setianya tapi juga oleh para penentangnya.

Muhammad adalah seorang agamawan, reformis sosial, teladan moral, administrator massa, sahabat setia, teman yang menyenangkan, suami yang penuh kasih dan seorang ayah yang penyayang - semua menjadi satu. Tiada lagi manusia dalam sejarah melebihi atau bahkan menyamainya dalam setiap aspek kehidupan tersebut - hanya dengan kepribadian seperti dia-lah keagungan seperti ini dapat diraih."

K. S. RAMAKRISHNA RAO, Professor Philosophy dalam bookletnya, "Muhammad, The Prophet of Islam"
Kepribadian Muhammad, hhmm sangat sulit untuk menggambarkannya dengan tepat. Saya pun hanya bisa menangkap sekilas saja: betapa ia adalah lukisan yang indah. Anda bisa lihat Muhammad sang Nabi, Muhammad sang pejuang, Muhammad sang pengusaha, Muhammad sang negarawan, Muhammad sang orator ulung, Muhammad sang pembaharu, Muhammad sang pelindung anak yatim-piatu, Muhammad sang pelindung hamba sahaya, Muhammad sang pembela hak wanita, Muhammad sang hakim, Muhamad sang pemuka agama. Dalam setiap perannya tadi, ia adalah seorang pahlawan.

Saat ini, 14 abad kemudian, kehidupan dan ajaran Muhammad tetap selamat, tiada yang hilang atau berubah sedikit pun. Ajaran yang menawarkan secercah harapan
abadi tentang obat atas segala penyakit kemanusiaan yang ada dan telah ada sejak masa hidupnya. Ini bukanlah klaim seorang pengikutnya tapi juga sebuah kesimpulan tak terelakkan dari sebuah analisis sejarah yang kritis dan tidak bias.


PROF. (SNOUCK) HURGRONJE :
Liga bangsa-bangsa yang didirikan Nabi umat Islam telah meletakkan dasar-dasar persatuan internasional dan persaudaraan manusia di atas pondasi yang universal yang menerangi bagi bangsa lain.

Buktinya, sampai saat ini tiada satu bangsa pun di dunia yang mampu menyamai Islam dalam capaiannya mewujudkan ide persatuan bangsa-bangsa.

Dunia telah banyak mengenal konsep ketuhanan, telah banyak individu yang hidup dan misinya lenyap menjadi legenda. Sejarah menunjukkan tiada satu pun legenda ini yang menyamai bahkan sebagian dari apa yang Muhammad capai. Seluruh jiwa raganya ia curahkan untuk satu tujuan: menyatukan manusia dalam pengabdian kapada Tuhan dalam aturan-aturan ketinggian moral. Muhammad atau pengikutnya tidak pernah dalam sejarah menyatakan bahwa ia adalah putra Tuhan atau reinkarnasi Tuhan atau seorang jelmaan Tuhan - dia selalu sejak dahulu sampai saat ini menganggap dirinya dan dianggap oleh pengikutnya hanyalah sebagai seorang pesuruh yang dipilih Tuhan.


THOMAS CARLYLE in his HEROES AND HEROWORSHIP
"(Betapa menakjubkan) seorang manusia sendirian dapat mengubah suku-suku yang saling berperang dan kaum nomaden (Baduy) menjadi sebuah bangsa yang paling maju
dan paling berperadaban hanya dalam waktu kurang dari dua decade."

"Kebohongan yang dipropagandakan kaum Barat yang diselimutkan kepada orang ini (Muhammad) hanyalah mempermalukan diri kita sendiri."

"Sesosok jiwa besar yang tenang, seorang yang mau tidak mau harus dijunjung tinggi. Dia diciptakan untuk menerangi dunia, begitulah perintah Sang Pencipta Dunia."


EDWARD GIBBON and SIMON OCKLEY speaking on the profession of ISLAM write:
" Saya percaya bahwa Tuhan adalah tunggal dan Muhammad adalah pesuruh-Nya” adalah pengakuan kebenaran Islam yang simpel dan seragam. Tuhan tidak pernah dihinakan dengan pujaan-pujaan kemakhlukan ; penghormatan terhadap Sang Nabi tidak pernah berubah menjadi pengkultusan berlebihan; dan prinsip-prinsip hidupnya telah memberinya penghormatan dari pengikutnya dalam batas-batas akal dan agama (HISTORY OF THE SARACEN EMPIRES, London, 1870, p. 54).

Muhammad tidak lebih dari seorang manusia biasa. Tapi ia adalah manusia dengan tugas mulia untuk menyatukan manusia dalam pengabdian terhadap satu dan hanya satu Tuhan serta untuk mengajarkan hidup yang jujur dan lurus sesuai perintah Tuhan. Dia selalu menggambarkan dirinya sebagai 'hamba dan pesuruh Tuhan' dan demikianlah juga setiap tindakannya.


DIWAN CHAND SHARMA :
"Muhammad adalah sosok penuh kebaikan, pengaruhnya dirasakkan dan tak pernah dilupakan orang-orang terdekatnya.


(D.C. Sharma, THE PROPHETS OF THE EAST, Calcutta, 1935, pp. 12)
James A. Michener, "Islam: The Misunderstood Religion," in READER'S DIGEST
(American edition), May 1955, pp. 68-70.
Muhammad, seorang inspirator yang mendirikan Islam, dilahirkan pada tahun 570 masehi dalam masyarakat Arab penyembah berhala. Yatim semenjak kecil dia secara khusus memberikan perhatian kepada fakir miskin, yatim piatu dan janda, serta hamba sahaya dan kaum lemah. Di usia 20 tahun, dia sudah menjadi seorang pengusaha yang sukses, dan menjadi pengelola bisnis seorang janda kaya. Ketika mencapai usia 25, sang majikan melamarnya. Meski usia perempuan tersebut 15 tahun lebih tua Muhammad menikahinya dan tetap setia kepadanya sepanjang hayat sang istri.

"Seperti halnya para nabi lain, Muhammad memulai tugas kenabiannya dengan sembunyi2 dan ragu2 karena menyadari kelemahannya. Tapi "Baca" adalah perintah yang diperolehnya, -dan meskipun sampai saat ini diyakini bahwa Muhammad tidak bisa membaca dan menulis - dan keluarlah dari mulutnya satu kalimat yang akan segera mengubah dunia: "Tiada tuhan selain Allah ."

"Dalam setiap hal, Muhammad adalah seorang yang mengedepankan akal. Ketika putranya, Ibrahim, meninggal disertai gerhana dan menimbulkan anggapan ummatnya bahwa hal tersebut adalah wujud rasa belasungkawa Tuhan kepadanya, Muhammad berkata: "Gerhana adalah sebuah kejadian alam biasa, adalah suatu kebodohan mengkaitkannya dengan kematian atau kelahiran seorang manusia."

"Sesaat setelah ia meninggal, sebagian pengikutnya hendak memujanya sebagaimana Tuhan dipuja, akan tetapi penerus kepemimpinannya (Abu Bakar-pen.) menepis keingingan ummatnya itu dengan salah satu pidato relijius terindah sepanjang masa: 'Jika ada diantara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa ia telah meninggal. Tapi jika Allah-lah yang hendak kalian sembah, ketahuilah bahwa Ia hidup selamanya". (Ayat terkait: Q.S. Al Imran, 144 - pen.)


W. Montgomery Watt, MOHAMMAD AT MECCA, Oxford, 1953, p. 52.
"Kesiapannya menempuh tantangan atas keyakinannya, ketinggian moral para pengikutnya, serta pencapaiannya yang luar biasa - semuanya menunjukkan integritasnya. Mengira Muhammad sebagai seorang penipu hanyalah memberikan
masalah dan bukan jawaban. Lebih dari itu, tiada figur hebat yang digambarkan begitu buruk di Barat selain Muhammad"


Annie Besant, THE LIFE AND TEACHINGS OF MUHAMMAD, Madras, 1932, p. 4.
"Sangat mustahil bagi seseorang yang memperlajari karakter Nabi Bangsa Arab, yang mengetahui bagaimana ajarannya dan bagaimana hidupnya untuk merasakan selain hormat terhadap beliau, salah satu utusan-Nya. Dan meskipun dalam semua yang saya gambarkan banyak hal-hal yang terasa biasa, namun setiap kali saya membaca ulang kisah-kisahnya, setiap kali pula saya mersakan kekaguman dan penghormatan kepada sang Guru Bangsa Arab tersebut."


Bosworth Smith, MOHAMMAD AND MOHAMMADANISM, London, 1874, p. 92.
"Dia adalah perpaduan Caesar dan Paus; tapi dia adalah sang Paus tanpa pretensinya dan seorang caesar tanpa Legionnaire-nya: tanpa tentara, tanpa pengawal, tanpa istana, tanpa pengahasilan tetap; jika ada seorang manusia yang pantas untuk berkata bahwa dia-lah wakil Tuhan penguasa dunia, Muhammad lah orang itu, karena dia memiliki kekuatan meski ia tak memiliki segala instrument atau penyokongnya."


John William Draper, M.D., L.L.D., A History of the Intellectual Development of Europe, London 1875, Vol.1, pp.329-330.
"Empat tahun setelah kematian Justinian, pada 569 AD, telah lahir di Mekkah Arabia seorang manusia yang sangat besar pengaruhnya terhadap ummat manusia....... Muhammad"


John Austin, "Muhammad the Prophet of Allah," in T.P. 's and Cassel's
Weekly for 24th September 1927.
Dalam kurun waktu hanya sedikit lebih dari satu tahun, ia telah menjadi pemimpin di Madinah. Kedua tangannya memegang sebuah tuas yang siap mengguncang dunia.


Professor Jules Masserman
"Pasteur dan Salk adalah pemimpin dalam satu hal (intelektualitas-pen). Gandhi dan Konfusius pada hal lain serta Alexander, Caesar dan Hitler mungkin pemimpin pada kategori kedua dan ketiga (reliji dan militer pen.).
Jesus dan Buddha mungkin hanya pada kategori kedua.
Mungkin pemimpin terbesar sepanjang masa adalah Muhammad, yang sukses pada ketiga kategori tersebut. Dalam skala yang lebih kecil Musa melakukan hal yang sama."


SAROJINI NAIDU, penyair terkenal India (S. Naidu, IDEALS OF ISLAM, vide Speeches & Writings, Madras, 1918, p. 169):
Inilah agama pertama yang mengajarkan dan mempraktekkan demokrasi; di setiap masjid, ketika adzan dikumandangkan dan jemaah telah berkumpul, demokrasi dalam Islam terwujud lima kali sehari ketika seorang hamba dan seorang raja berlutut berdampingan dan mengakui: 'Allah Maha Besar'... Saya terpukau lagi dan lagi oleh kebersamaan Islam yang secara naluriah membuat manusia menjadi bersaudara.



"By (the Token of) Time (through the ages). Verily Man is in loss. Except such as have Faith, and do righteous deeds, and (join together) in the mutual teaching of Truth, and of Patience and Constancy." [Qur'an 103:1-3].
Baca selengkapnya...

Selasa, 02 Maret 2010

Saksikanlah timbanganmu

Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya. (QS: An-Nahl: 61)


Rasulullah shallallahu'alaihi wassalam bersabda,
إِنَّ اللهَ سَيُخْلِصُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِيْ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ سِجِلاًّ كُلُّ سِجِلٍّ مَثْلُ مَدِّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُوْلُ أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا أَظَلَمَكَ كَتَبَتِيْ الْحَافِظُوْنَ فَيَقُوْلُ لاَ يَا رَبِّ فَيَقُوْلُ أَفَلَكَ عُذْرٌ فَيَقُوْلُ لاَ يَا رَبِّ فَيَقُوْلُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً فَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتُخْرَجُ بِطَاقَةٌ فِيْهَا أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ فَيَقُوْلُ أَحْضِرْ وَزْنَكَ فَيَقُوْلُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ البِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ فَقَالَ إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ قَالَ فَتُوْضَعُ السِّجِلاَّتُ فِيْ كِفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِيْ كِفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتْ الْبِطَاقَةُ.

" Sesungguhnya Allah akan menyelamatkan seorang lelaki dari ummatku dihadapan para makhluq pada hari kiamat. Maka dihamparkanlah di depannya sembilan puluh sembilan gulungan (dosa), setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman (kepadanya) : apakah kamu mengingkari sesuatu dari ini (yaitu catatan dosa yang terhampar didepannya), apakah para penulis-Ku yang mengawasi kamu menzholimimu? maka ia menjawab : "Tidak wahai Rabbku", kemudian Allah berfirman : "Apakah kamu mempunyai udzur (berupa kebaikan)?", maka ia menjawab : "Tidak wahai Rabbku". Maka Allah berfirman : "Bahkan engkau mempunyai satu kebaikan di sisi Kami, sesungguhnya tidak ada kezholiman pada hari ini atasmu", maka dikeluarkanlah satu bithoqoh (kartu) tertulis dalamnya أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

maka Allah berfirman : "Saksikanlah timbanganmu", maka ia berkata : "Wahai Rabbku apalah artinya bithoqoh ini dibanding dengan gulungan-gulungan tersebut", maka Allah berfirman : "Sesungguhnya engkau tidak akan dizholimi". Maka diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu anak timbangan dan bithoqoh (diletakkan) pada anak timbangan (lainnya). Maka terangkatlah gulungan-gulungan itu dan kartu tersebut lebih berat".

maka benarlah firman Allah ta'ala : "Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." dan didalam ayat lainnya : " Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri." juga ayat berikut: "Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan."

Semoga kita menjadi bagian dari yang mendapatkan rahmat dari Allah subhana wa'atala dan syafaat Nabi shallallahu'alaihi wassalam.

------------------------------------------
Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhd no.371, Ahmad 2/213, Tirmidzy no.2639, Ibnu Majah no.4300, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.225, Al-Hakim 1/46 dan 1/710, Ath-Thobarany dalam Al-Ausath 5/79 no.4725, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman no.283, Hamzah bin Muhammad Al-Kinany dalam Juz`ul Bithoqoh no.2, Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auham Al-jam’i Wat Tafriq 2/204, Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal, Adz-Dzahaby dalam Mu’jamul Muhadditsin 1/47-48 dan As-Suyuthi dalam Tadrib Ar-Rawy 2/409.

Dan hadits ini adalah hadits yang shohih, dishohihkan oleh Hamzah Al-Kinany dalam Juz`ul Bithoqoh hal.35, Syaikhain rahimahullah dalam Silsilah Ahadits Ash-Shohihah no.135 dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy rahimahullah dalam Ash-Shohih Al Musnad Mimma Laisa Fii Ash-Shohihain 1/534-535.

Demikian mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu Ta’ala A’lam.

Baca selengkapnya...

Selasa, 02 Februari 2010

Sang Pencetus Larangan Masjid Di Swiss Itu Kini Masuk Islam

Daniel Streich, politikus Swiss, yang tenar karena kampanye menentang pendirian masjid di negaranya, tanpa diduga-duga, memeluk Islam.

Streich merupakan seorang politikus terkenal, dan ia adalah orang pertama yang meluncurkan perihal larangan kubah masjid, dan bahkan mempunyai ide untuk menutup masjid-masjid di Swiss. Ia berasal dari Partai Rakyat Swiss (SVP). Deklarasi konversi Streich ke Islam membuat heboh Swiss.


Streich mempropagandakan anti-gerakan Islam begitu meluas ke seantero negeri. Ia menaburkan benih-benih kemarahan dan cemoohan bagi umat Islam di Negara itu, dan membuka jalan bagi opini publik terhadap mimbar dan kubah masjid.

Tapi sekarang Streich telah menjadi seorang pemeluk Islam. Tanpa diduganya sama sekali, pemikiran anti-Islam yang akhirnya membawanya begitu dekat dengan agama ini. Streich bahkan sekarang mempunyai keinginan untuk membangun masjid yang paling indah di Eropa di Swiss.

Yang paling menarik dalam hal ini adalah bahwa pada saat ini ada empat masjid di Swiss dan Streich ingin membuat masjid yang kelima. Ia mengakui ingin mencari “pengampunan dosanya” yang telah meracuni Islam. Sekarang adalah fakta bahwa larangan kubah masjid telah memperoleh status hukum.

Abdul Majid Aldai, presiden OPI, sebuah LSM, bekerja untuk kesejahteraan Muslim, mengatakan bahwa orang Eropa sebenarnya memiliki keinginan yang besar untuk mengetahui tentang Islam. Beberapa dari mereka ingin tahu tentang hubungan antara Islam dan terorisme; sama halnya dengan Streich. Ceritanya, ternyata selama konfrontasi, Streich mempelajari Alquran dan mulai memahami Islam.

Streich adalah seorang anggota penting Partai Rakyat Swiss (SVP). Ia mempunyai posisi penting dan pengaruhnya menentukan kebijakan partai. Selain petisinya tentang kubah masjid itu, ia juga pernah memenangkan militer di Swiss Army karena popularitasnya.

Lahir di sebuah keluarga Kristen, Streich melakukan studi komprehensif Islam semata-mata untuk memfitnah Islam, tapi ajaran Islam memiliki dampak yang mendalam pada dirinya. Akhirnya ia malah antipati terhadap pemikirannya sendiri dan dari kegiatan politiknya, dan dia memeluk Islam. Streich sendiri kemdian disebut oleh SVO sebagai setan.

Dulu, ia mengatakan bahwa ia sering meluangkan waktu membaca Alkitab dan sering pergi ke gereja, tapi sekarang ia membaca Alquran dan melakukan salat lima waktu setiap hari. Dia membatalkan keanggotaannya di partai dan membuat pernyataan publik tentang ia masuk Islam. Streich mengatakan bahwa ia telah menemukan kebenaran hidup dalam Islam, yang tidak dapat ia temukan dalam agama sebelumnya. (sa/iol)
Baca selengkapnya...

Selasa, 19 Januari 2010

Tegar menghadapi kesulitan

Kebanyakan orang takut menghadapi kesulitan. Memahami posisi kesulitan dalam kacamata yang benar, insya Allah, akan cukup meringankan kita dalam mensikapi kesulitan itu sendiri.

Pertama

Harus kita sadari bahwa realita hidup yang kita jalani ini adalah pergulatan menghadapi kesulitan. Siapa pun orangnya, dimanapun dan dalam keadaan bagaimanapun, selama dia masih hidup pasti akan bertemu dengan aneka macam kesulitan. Kesulitan-kesulitan itu kemudian memaksanya berusaha untuk menaklukkannya. Sebagian ada yang berhasil dan sebagian yang lain gagal. Dan proses perjuangan menaklukkan kesulitan-kesulitan inilah yang kemudian orang sebut dengan istilah hidup. Jadi, membenci kesulitan sama saja dengan membenci kehidupan itu sendiri.



Kedua,

Kesulitan adalah milik semua orang. Semua manusia yang hidup di dunia ini pasti akan menemui kesulitan dalam hidupnya. Kita tidak perlu berangan akan dibebaskan dari kesulitan sama sekali, sebab kenyataannya semua orang telah memiliki jatah agenda kesulitan sendiri-sendiri. Semua orang secara adil kebagian kesulitan, hanya bentuk dan kadarnya berbeda-beda.

Lucu, jika kita menginginkan diberi kemudahan seperti orang lain dalam satu kasus tertentu. Padahal, orang-orang itu dalam banyak kasus yang lain juga ingin dimudahkan seperti kita. Masing-masing kita punya kelebihan dan kekurangan. Hal ini menjadi bukti bahwa hidup yang kita jalani ini ada di atas prinsip pembagian yang adil.

Menyadari bahwa kesulitan itu universal, milik semua orang, akan membuat kita lebih tegar dalam menghadapai berbagai masalah. Kita tidak perlu iri dengan kemudahan yang diperoleh orang lain. Kita juga tidak perlu berbangga dengan kesusahan yang menimpa mereka.



Ketiga

Kesulitan adalah sunnatullah, yaitu suatu ‘hukum’ yang telah ditetapkan oleh Allah secara permanen. Mau atau tidak, suka atau terpaksa, manusia pasti akan berhadapan dengan kesulitan. Sebab hal ini telah Allah tetapkan sebagai bagian dari liku-liku hidup kita.

Dalam AlQuran Allah berkata : “Dan benar-benar akan Kami berikan cobaan pada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan dan kekurangan akan harta, jiwa dan buah-buahan. Maka berikanlah khabar gembira bagi orang-orang yang penyabar.” (QS. 2:155)

Ayat ini menunjukkan bahwa salah satu tujuan datangnya kesulitan adalah untuk menguji kesabaran manusia. Dan dalam ayat lain disebutkan, “ Akan tetapi kalian lebih memilih kehidupan dunia, sedang (kehidupan) akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-a’la: 16-17). Memahami bahwa kehidupan akhirat itu lebih baik akan membuat kita lebih tenteram dalam menjalani hidup ini walau sedang menghadapi kesulitan terbesar sekalipun.



Keempat

Kadar kesulitan yang menimpa setiap orang setara dengan kesanggupannya. Allah tidak berbuat zalim dengan memberi kesulitan diluar batas kemampuannya. “Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. 2:286)



Kelima

Dibalik kesulitan ada karunia kemudahan. “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan" (QS Alam Nasyrah :6)



Inilah realita hidup. Kesulitan, jika kita memahaminya, adalah bagian dari lembaran hidup yang sepanjang hayat akan digeluti. Karena itu tidak perlu ada perasaan gentar untuk menghadapinya. Kegentaran hanya akan melahirkan pribadi-pribadi lemah yang akan digilas oleh kerasnya roda perputaran sejarah. Jika Anda sedang menghadapi kesulitan, Jangan Gentar Saudaraku…

sumber : Lenterahati@yahoogroups.com, Reff :AA.Qowiy
Baca selengkapnya...

Rabu, 13 Januari 2010

Kode Etik Pergaulan Dengan Non Muslim

Tulisan di bawah ini merupakan butir-butir penjelasan dari Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid tentang kode etik dan adab berinterkasi dengan non muslim. Kami memandang perlu untuk menerbitkannnya karena masih ada sebagian kaum muslimin yang terlalu “longgar” dalam bergaul dengan non muslim hingga melampaui batas-batas syara’ dan sebaliknya ada yang terlalu “ketat” hingga bersikap zhalim terhadap mereka. Padahal Islam mengajarkan sikap pertengahan dan adil. Berikut ini penjelasan beliau :

Al-Hamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, (prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam berinteraksi dengan non muslim) adalah:

1. Islam adalah agama rahmat dan agama keadilan.

2. Kaum muslimin diperintahkan untuk mendakwahi kalangan non muslimin dengan cara yang bijaksana, melalui nasihat dan diskusi dengan cara yang terbaik. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Janganlah engkau berdebat dengan Ahli Kitab melainkan dengan cara yang terbaik, kecuali orang-orang yang zhalim di antara mereka.."

3. Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imrân : 85)

4. Kaum muslimin harus memberi kesempatan kepada orang-orang non muslim untuk mendengar firman Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Dan jika seseorang dari orang-orang musyirikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui" (at-Taubah: 6)

5. Kaum muslimin harus membedakan antara masing-masing non muslim dalam pergaulan; yaitu membiarkan mereka yang bersikap membiarkan kaum muslimin (tidak memerangi), memerangi mereka yang memerangi, dan menghadapi yang sengaja menghalangi tersebarnya dakwah Islam di muka bumi.

6. Sikap kaum muslimin terhadap non muslim dalam soal cinta kasih dan kebencian hati, didasari oleh sikap mereka terhadap Allah subhanahu wata’ala. Karena orang-orang non muslim itu tidak beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan menyekutukan-Nya dengan sesuatu, menyimpang dari agama Allah subhanahu wata’ala dan membenci kebenaran (Islam), maka kaum muslimin juga harus membenci mereka.

7. Kebencian hati bukan berarti bersikap menzhalimi, dalam kondisi apapun. Karena Allah subhanahu wata’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallahu ‘alaihi wasallam tentang sikap yang wajib terhadap Ahli Kitab,
"(Dan katakanlah), “Aku diperintahkan untuk berbuat adil di antara kalian; Allah adalah Rabb kami dan Rabb kalian, bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian." (asy-Syûra : 15)

Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang Muslim, sementara mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nashrani.

8. Kaum muslimin harus berkeyakinan, bahwa dalam kondisi bagaimana pun, seorang muslim tidak boleh bersikap zhalim terhadap non muslim. Sehingga tidak boleh menganiaya mereka, menakut-nakuti (menteror) mereka, menggertak (mengintimidasi) mereka, mencuri harta mereka, mencopetnya, tidak boleh bersikap curang terhadap hak mereka, atau mengkhianati amanah mereka, tidak boleh tidak membayar upah mereka, membayar kepada mereka harga barang jualan mereka kalau kita membelinya dari mereka, dan membagi keuntungan dalam usaha patungan dengan mereka.

Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
"Dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu.Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu.Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah (kita) kembali". (asy-Syûra : 15)

9. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa seorang muslim harus menghormati perjanjian yang dilakukan antara dirinya dengan orang non muslim. Kalau ia sudah setuju dengan persyaratan yang mereka ajukan, misalnya untuk masuk negri mereka dengan visa, dan ia sudah berjanji untuk menaati perjanjian tersebut, maka ia tidak boleh merusaknya, tidak boleh berkhianat atau memanipulasi, membunuh atau melakukan perbuatan merusak lainnya. Demikian seterusnya.

10. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa kalangan non muslim yang memerangi mereka, mengusir mereka dari negeri mereka dan menolong orang-orang itu memerangi kaum muslimin, boleh dibalas untuk diperangi.

11. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa seorang muslim boleh berbuat baik kepada orang non muslim dalam kondisi damai, baik dengan bantuan finansial, memberi makan kepada mereka yang kelaparan, memberi pinjaman bagi mereka yang membutuhkan, menolong mereka dalam perkara-perkara yang mubah (boleh), berlemah-lembut dalam tutur kata, membalas ucapan selamat mereka (yang tidak terkait dengan akidah, seperti selamat belajar, selamat menikmati hidangan dll), dan lain sebagainya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (al-Mumtahanah: 8)

12. Kaum muslimin hendaknya tidak menahan diri untuk bekerjasama dengan kalangan non muslim dalam melaksanakan berbagai kebajikan, memberantas kebatilan, menolong orang yang dizhalimi, memberantas segala bahaya terhadap kemanusiaan seperti perang melawan sampah, menjaga keamanan lingkungan, memperoleh barang bukti dan memberantas penyakit-penyakit menular, dan lain-lainnya.

13. Kaum muslimin harus meyakini bahwa ada perbedaan antara muslim dengan non muslim dalam beberapa ketentuan hukum, seperti warisan, pernikahan, perwalian dalam nikah, masuk kota Mekkah dan lain-lain. Semua hukum tersebut dijelaskan dalam buku-buku fikih Islam. Kesemuanya itu didasari oleh perintah-perintah dari Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga tidak mungkin disamaratakan antara orang yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala semata, dan tidak menyekutukan Allah subhanahu wata’ala dengan segala sesuatu, dengan orang yang kafir kepada Allah saja, dan dengan orang yang kafir kepada Allah subhanahu wata’ala dan menyekutukan-Nya dengan sesuatu, lalu berpaling dari agama Allah subhanahu wata’ala yang benar.

14. Kaum muslimin diperintahkan untuk berdakwah mengajak ke jalan Allah subhanahu wata’ala di seluruh negri-negri Islam dan di negeri-negeri lain. Mereka harus menyampaikan kebenaran kepada semua orang, mendirikan masjid-masjid di berbagai penjuru dunia, dan mengirimkan para da’i ke tengah masyarakat non muslim, serta mengajak berdialog dengan para pemimpin mereka untuk masuk ke dalam agama Allah subhanahu wata’ala.

15. Kaum muslimin harus berkeyakinan bahwa kalangan non muslim, baik yang beragama samawi atau non samawi adalah sama-sama tidak benar. Oleh sebab itu, kaum muslimin tidak boleh mengizinkan mereka untuk menyebarkan para misionaris mereka, atau membangun tempat ibadah mereka di lingkungan kaum muslimin. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Maka apakah orang yang beriman sama seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama". (as-Sajdah:18)

Barangsiapa yang mengira bahwa Islam itu sama saja dengan agama-agama lain, maka ia keliru besar. Para ulama membuka pintu dialog dengan kalangan non muslim. Mereka juga memberikan kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pandangan dengan orang-orang kafir, serta bersedia menjelaskan kebenaran kepada mereka. Sebagai penutup, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Katakanlah, "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Ilah selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Ali 'Imrân: 64)

Demikian juga firman Allah subhanahu wata’ala,
"Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka." (Ali 'Imrân:110).
Baca selengkapnya...

Selasa, 12 Januari 2010

Wajibnya Perintah Zakat Fitri


Rasulullah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan ucapan kotor, dan untuk memberi makan bagi orang-orang yang miskin. Barangsiapa menunaikanannya sebelum shalat (Id), maka ia adalah Zakat yang diterima, dan barangsiapa yang menunaikannya sesudah sholat (Id), maka ia adalah sebuah sedekah.

(Diriwayatkan Oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dan dia berkata, “shahih berdasarkan syarat al-Bukhari.”)

Al Kaththabi berkata,” Ucapannya,” Rasulullah mewajibkan zakat fitrah’ ini menjelaskan bahwa zakat fitrah adalah fardhu lagi wajib, seperti zakat harta yang wajib. Ini juga menjelaskan bahwa apa yang diwajibkan oleh Rasulullah adalah sama dengan apa yang diwajibkan oleh Allah; karena ketaatan kepada beliau berasal dari ketaatan kepada Allah. Seluruhnya ulama Islam telah berpandapat bahwa zakat fitrah adalah fardhu lagi wajib.



Hikmahnya telah dijelaskan bahwa ia sebagai pembersih orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan sia-sia, ia adalah wajib atas setiap orang yang berpuasa dan memiliki kemampuan atau bahkan atas orang miskin yang mempunyai kelebihan dari makanan pokoknya; karena alasan diwajibkannya adalah mensucikan, sementara semua orang yang berpuasa membutuhkan kesucian tersebut, maka jika illatnya (alasan hukum) sama, maka hukumnya pun sama.



”Al-Hafizh Abu Bakar bin al-Mundzir berkata,”Semua ulama telah menyepakati bahwa zakat fitrah adalah fardhu dan di antara nama yang kami ketahui di kalangan para ulama adalah Muhammad bin Sirin, Abdul Aliyah, adh-Dahhak, Atha’, Malik, Sufyan ats-Tsauri, asy-Syafi’i, Abu Tsaur, Ahmad, Ishaq dan Ashhab ar-Ra’yi.” Ishaq berkata, “Ia bagai ijma’ dari para ulama.” Demikian yang dikatakan Ibnu al-Mundzir.
Baca selengkapnya...

Senin, 11 Januari 2010

Jasa seorang ibu

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah.

"Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ia berkata, "Datang seseorang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Ibumu!' Ia bertanya lagi, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Ibumu!', Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi, 'Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Bapakmu' "
[Hadits Riwayat Bukhari (AL-Ftah 10/401) No. 5971, Muslim 2548]
Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Al-Kabair berkata :
"Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan seolah-olah sembilan tahun. Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya. Dan dia telah menyusuimu dari teteknya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu. Dan dia cuci kotoranmu dengan tangan kanannya, dia utamakan dirimu atas dirinya serta atas makanannya. Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu. Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu dan seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suara yang paling keras.

Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik. Dia selalu mendo'akanmu dengan taufiq, baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat di sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga disisimu. Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar. Engkau puas dalam keadaan dia haus. Dan engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu. Dan engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia buat. Dan rasanya berat atasmu memeliharanya padahal adalah urusan yang mudah. Dan engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek. Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.

Padahal Allah telah melarangmu berkata 'ah' dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut. Dan engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu. Dan Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul 'Aalamin. Dan Allah berfirman di dalam surat Al-Hajj ayat 10 :

"Artinya : (Akan dikatakan kepadanya), 'Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tanganmu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali tidak pernah berbuat zhalim kepada hamba-hambaNya".

Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung. Ketika Ibnu Umar menemui seseorang yang menggendong ibunya beliau mengatakan, "Itu belum bisa membalas". Kemudian juga beberapa riwayat disebutkan bahwa seandainya kita ingin membalas jasa orang tua kita dengan harta atau dengan yang lain, masih juga belum bisa membalas. Harta yang dimiliki seorang anak pada hakekatnya adalah milik orang tua. Sebagaimana telah datang seseorang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ya Rasulullah, orang tua saya telah mengambil harta saya" kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memarahi orang tersebut dan berkata, "Kamu dan hartamu milik bapakmu." [Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Jabir, Thabrani dari Samurah dan Ibnu Mas'ud]

Berbahagialah para Ibu... walau begitu lelah dirimu...menuntun anak2mu.
wallahu'alam.
Baca selengkapnya...

Minggu, 10 Januari 2010

Kembalinya ribuan Khawarij ke barisan kaum Muslimin

Al Imam Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata,

“Barangsiapa mengatakan sahnya shalat di belakang imam, baik yang baik maupun yang fajir, tidak memandang bolehnya memberontak kepada penguasa dengan pedang, dan mendoakan penguasa dengan kebaikan, maka dia telah lepas dari perkataan khawarij dari awal hingga akhir” (Kitab Syarhus Sunnah oleh Imam Al Barbahari, hal. 57)

Berkata al Hafizh Abu Bakar al Humaidi (guru Imam al Bukhari yang disebutkan namanya pertama kali oleh beliau dalam Kitab Shahihnya),

“Dan kami tidak akan mengatakan seperti yang dikatakan oleh kaum Khawarij, ‘Barangsiapa yang melakukan dosa besar, maka ia telah kafir’” (Aqidah Shahih, Al Hafizh Abu Bakar Al Humaidi, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Cetakan Pertama, Bogor, 2004)

Kembalinya Ribuan Kaum Khawarij ke Barisan Kaum Muslimin

Ketika berkumpul kelompok Haruriyah (Khawarij) yang berjumlah sekitar 6000 orang di desa Harura’, yang mana kata Haruriyah ini dinisbatkan kepada Harura’, yaitu sebuah desa berjarak dua mil dari Kufah dan menjadi tempat pertama berkumpulnya kaum Khawarij yang menyelisihi Ali bin Abi Thalib radhiyallaHu ‘anHu (Mu’jam al Buldan 3/345), orang-orang lalu mendatangi Ali bin Abi Thalib radhiyallaHu ‘anHu dan berkata,

“Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya kaum tersebut akan memberontak kepadamu”

Lalu beliau menjawab,

“Biarkan mereka, karena saya tidak akan memerangi mereka sampai mereka menyerang saya dan mereka benar-benar akan melakukannya”

Kemudian Ibnu Abbas radhiyallaHu ‘anHu mendatangi Ali radhiyallaHu ‘anHu sebelum shalat zhuhur dan Ibnu Abbas radhiyallaHu ‘anHu berkata kepadanya,

“Wahai Amirul Mukminin akhirkan shalat agar saya dapat mengajak bicara mereka”.

Beliau berkata,

“Aku khawatir mereka akan mencelakaimu”

Ibnu Abbas radhiyallaHu ‘anHu menjawab,

“Tidak akan, karena aku seorang yang berakhlak baik dan tidak pernah menyakiti seorang pun”

Lalu beliau mengizinkanku (Ibnu Abbas), maka aku mengenakan pakaian yang paling bagus dari Yaman dan menyisir rambutku, kemudian aku menemui mereka di perkampungan di tengah hari ketika mereka sedang makan.

Aku menemui suatu kaum yang aku tidak pernah menemukan kaum yang lebih bersungguh-sungguh (dalam ibadah) dari mereka. Dahi-dahi mereka hitam dari sujud, tangan-tangan mereka kasar seperti kasarnya unta dan mereka mengenakan gamis-gamis yang murah dan tersingkap serta wajah mereka pucat menguning.

Lalu aku memberi salam kepada mereka dan mereka menjawab,

“Selamat datang wahai Ibnu Abbas, pakaian apa yang engkau pakai ini ?”

Aku pun menjawab,

“Apa yang kalian cela dariku ? Sungguh aku telah melihat Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam sangat bagus sekali mengenakan pakaian dari Yaman, kemudian membacakan firman Allah Ta’ala,

‘Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik’ (QS. Al A’raaf : 32 )”.

Lalu mereka berkata,

“Apa maksud kedatanganmu ?”

Aku jawab,

“Aku mendatangi kalian sebagai utusan sahabat Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam dari kaum Muhajirin dan Anshar dan dari sepupu Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam serta menantunya, sedangkan al Qur’an turun kepada mereka sehingga mereka lebih mengetahui terhadap ta’wilnya dari kalian dan tidak ada di kalangan kalian seorang pun dari mereka.

Sungguh aku akan menyampaikan kepada kalian apa yang mereka sampaikan dan aku akan sampaikan kepada mereka apa yang kalian sampaikan”.

Lalu berkata sekelompok dari mereka (kaum khawarij),

“Janganlah kalian berdebat dengan orang Quraisy karena Allah Ta’ala berfirman, ‘Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar’ (QS. Az Zukhruf : 58)”

Kemudian bangkit kepadaku sebagian dari mereka dan berkata dua atau tiga orang,

“Sungguh kami akan mengajaknya berbicara”

Saya berkata,

“Silahkan. Apa dendam kalian terhadap para sahabat Rasulullah dan sepupunya ?”

Mereka menjawab, “Tiga”.

Saya katakan, “Apa itu ?”

Mereka mengatakan,

“Yang pertama karena dia berhukum kepada orang dalam perkara Allah Ta’ala, sedangkan Allah Ta’ala berfirman, ‘Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah’ (QS. Al An’aam : 57)”

Saya katakan, “Ini satu”

Mereka berkata lagi,

“Yang kedua, karena dia berperang dan tidak menawan dan merampas harta (yang diperangi), kalau mereka kaum kafir maka halal menawannya dan kalau mereka kaum mukminin maka tidak boleh menawan mereka dn tidak pula memerangi mereka”

Saya katakan, “Ini yang kedua dan apa yang ketiga ?”

Mereka berkata,

“Dia menghapus gelar amirul mukminin dari dirinya, maka jika dia bukan amirul mukminin, dia amirul kafirin”

Saya katakan, “Apa masih ada pada kalian selain ini ?”

Mereka menjawab “Ini sudah cukup”

Saya katakan kepada mereka,

“Bagaimana pendapat kalian kalau saya bacakan kepada kalian bantahan atas pendapat kalian dari kitabullaH dan sunnah Nabi-Nya, apakah kalian mau kembali ?”

Mereka mengatakan, “Ya”

Saya katakan,

“Adapun pendapat kalian bahwa dia (Ali bin Abi Thalib radhiyallaHu ‘anHu) berhukum kepada manusia dalam perkara Allah Ta’ala, maka saya bacakan kepada kalian ayat dalam kitabullaH dimana Allah Ta’ala menjadikan hukumnya kepada manusia dalam menentukan harga ¼ dirham, lalu Allah Ta’ala memerintahkan mereka untuk berhukum kepadanya. Apa pendapatmu tentang firman Allah Ta’ala,

‘Hai orang-orang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil diantara kamu’ (QS. Al Maaidah : 95)

Dan hukum Allah Ta’ala diserahkan kepada manusia yang menghukum dalam permasalahan tersebut. Demi Allah, apakah berhukum kepada manusia dalam masalah perdamaian dan pencegahan pertumpahan darah lebih utama ataukah dalam perkara kelinci !?”

Mereka menjawab, “Tentu hal itu lebih utama”.

Berkata Ibnu Abbas,

“Dan Allah Ta’ala berfirman tentang seorang wanita dan suaminya,

‘Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan’ (QS. An Nisaa’ : 35)’

Demi Allah, apakah berjukum kepada manusia dalam perdamaian dan mencegah pertumpahan darah lebih utama dari berhukum kepada manusia dalam permasalahan wanita !? Apakah saya telah menjawab hal itu !?”

Mereka berkata, “Ya”.

Saya katakan,

“Pendapat kalian, ‘Dia (maksudnya adalah Ali bin Abi Thalib) berperang akan tetapi tidak menawan dan merampas harta peperangan’. Apakah kalian ingin menawan ibu kalian Aisyah yang kalian menghalalkannya seperti kalian menghalalkan selainnya, sedangkan beliau adalah ibu kalian !?

Jika kalian menjawab, ‘Kami menghalalkannya seperti kami menghalalkan selainnya’, maka kalian telah kafir, dan jika kalian menjawab, ‘Dia bukan ibu kami’, maka kalian telah kafir, karena Allah Ta’ala berfirman,

‘Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka’ (QS. Al Ahzab : 6), maka kalian berada di dua kesesatan, silahkan beri jalan keluar. Apakah saya telah menjawabnya !?”

Mereka berkata, “Ya”.

Berkata Ibnu Abbas,

“Sedangkan masalah dia telah menghapus gelar amirul mukminin dari dirinya, maka saya datangkan apa yang membuat kalian ridha, yaitu bahwa Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam pada hari perjanjian Hudaibiyah berdamai dengan kaum musyrikin, lalu berkata kepada Ali,

‘Hapuslah wahai Ali (tulisan) Allahumma inaaka ta’lam ani RasulullaH (Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku adalah Rasulullah) dan tulislah (kalimat) Haadza ma shalaha ‘alaiHi Muhammad bin Abdillah (ini adalah perjanjian yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdillah)’ (HR. al Bukhari dan Muslim).

Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam lebih baik dari Ali dan beliau menghapus (gelar kerasulannya) dari dirinya dan tidaklah penghapusan tersebut berarti penghapusan kenabian dari dirinya. Apakah aku telah menjawabnya !?

Mereka berkata, “Ya”

Kemudian kembalilah dari mereka dua ribu orang dan sisanya memberontak (kepada Ali dan kaum muslimin) dan berperang di atas kesesatan mereka lalu kemudian mereka diperangi oleh kaum muhajirin dan anshar. (Shahih, lihat takhrijnya dalam Kitab Munaadzaaratus Salaf hal. 95, penerbit Dar Ibnil Jauzy-Damam)
Baca selengkapnya...

Selasa, 05 Januari 2010

Seekor kambing untuk kurban satu keluarga

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya,

"Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (Qs. Al Kautsar: 2)

Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut. ” Pendapat ini dinukil dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534, Taudhihul Ahkaam IV/450, & Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis).

Seekor Kambing untuk Satu Keluarga

Seekor kambing cukup untuk qurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sebagaimana hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yang mengatakan, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul Muslim, 264 dan 266).

Oleh karena itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan qurban untuk salah satu anggota keluarganya tertentu, misalnya qurban tahun ini untuk bapaknya, tahun depan untuk ibunya, tahun berikutnya untuk anak pertama, dan seterusnya. Sesungguhnya karunia dan kemurahan Allah sangat luas maka tidak perlu dibatasi.

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing qurban, sebelum menyembelih beliau mengatakan: “Yaa Allah ini – qurban – dariku dan dari umatku yang tidak berqurban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al Hakim 4/229 dan dishahihkan Syaikhain dalam Al Irwa’ 4/349). Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby mengatakan: “Kaum muslimin yang tidak mampu berqurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Adapun yang dimaksud: “…kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi untuk tujuh orang, dan onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya. Biaya pengadaan kambing hanya boleh dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dan qurban onta hanya boleh dari maksimal 10 orang.

Namun seandainya ada orang yang hendak membantu shohibul qurban yang kekurangan biaya untuk membeli hewan, maka diperbolehkan dan tidak mempengaruhi status qurbannya. Dan status bantuan di sini adalah hadiah bagi shohibul qurban. Apakah harus izin terlebih dahulu kepada pemilik hewan? Jawab: Tidak harus, karena dalam transaksi pemberian sedekah maupun hadiah tidak dipersyaratkan memberitahukan kepada orang yang diberi sedekah maupun hadiah.

Yakinlah…! Bagi mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya qurban yang dia keluarkan. Karena setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).” (HR. Al Bukhari 1374 & Muslim 1010).


Baca selengkapnya...